K.H. Abdul Wahid Hasyim lahir pada tanggal 1 Juni tahun 1914 dan beliau tutup usia pada tanggal 19 April tahun 1953. Beliau adalah pahlawan nasional yang pernah menjadi Menteri Negara dan Menteri Agama pada masa orde lama.
Beliau adalah anak dari Muhammad Hasyim Asy'ari pendiri Nahdatul Ulama dan pahlawan Indonesia, beliau juga mempunyai anak yang pernah menjabat sebagai presiden keempat yaitu Abdurrahman Wahid atau yang kita kenal sebagai Gus Dur. P
ada tahun 1951 beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama. Beliau menikah pada usia 25 tahun dan memiliki istri putri dari K.H. Bisri Syansuri yang bernama Solichah dan mereka dikaruniai 6 orang anak.
K.H. Abdul Wahid Hasyum tak menempuh pendidikan sekolah dasar yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belandadikarenakan ayahnya dikenal sebagai orang anti-sekolah yang didirikan oleh penjajah namun beliau belajar di Madrasah Salafiyah di Pondok Pesantren Tebuireng. Pada usia 7 tahun, beliau sudah mengkhatamkan Al-Quran. Setelah lulus dari Madrasah, beliau disuruh oleh ayahnya untuk mengajari santri di pesantren.
Pada usia 13 tahun, beliau belajar di Pondok Siwalan Panji di Sidoarjo namun hanya bertahan satu bulan dan pindah di Pondok Pesantren Lirboyo namun bertahan dengan singkat juga dan pada akhirnya beliau belajar mandiri di rumah.
Tak hanya itu, pada tahun 1932 beliau belajar di Makkah bersama Muhammad Ilyas, sepupunya. Sepupunya mengajari Bahasa Arab sehingga beliau mahir tiga nahasa, yaitu Arab, Inggris, dan Belanda.
Pada tahun 1944 beliau mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta. Dengan semangatnya, beliau memadukan pola pengajaran pesantren dengan pelajaran ilmu umum.
Pada usia 25 tahun beliau bergabung dengan MIAI, federasi organisasi massa dan partai Islam dan setahun kemudian beliau pun menjadi ketuanya. Menjelang merdeka pada usia 23 tahun beliau berhasil menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Penggagas sila pertama pada Pancasila tak lain dan tak bukan adalah beliau sendiri.
K.H. Abdul Wahid Hasyim wafat di usia 39 tahun pada tanggal 19 April 1953 karena kecelakaan mobil, pada saat itu beliau sedang dalam perjalanan untuk menghadiri rapat Nahdatul Ulama.
Kecelakaan terjadi dikarenakan mobil yang ditumpangi beliau terselip akibat jalanan yang licin disebabkan oleh hujan deras. Setelah meninggalnya beliau, anaknya diasuh oleh istrinya yang sedang hamil anak keenam dan dibantu oleh anak keduanya, Aisyah Hamid Baidlowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H