Akar kata modernitas berasal dari kata modern yang berarti : cara baru, model baru, kreasi, bentuk baru. Selain istilah modernitas, istilah lain yang lebih banyak dikenal adalah modernisasi, yaitu gerakan untuk merombak cara-cara kehidupan lama untuk menuju bentuk atau model baru. Jadi modernitas adalah kemodernan, yang modern, keadaan modern.
Sedangkan modernisme adalah fikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat yang bisa difahami, institusi-institusi lama seperti pendidikan, sosial, budaya masyarakat, dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Kebangkitan Islam secara lantang mulai disuarakan oleh para pemikir Islam dalam merepons perkembangan yang terjadi di dunia Barat. Gerakan kebangkitan Islam ini, yang secara material telah dimulai pada masa Turki Usmani, mulai mengarah kepada pembaharuan pemikiran dengan jargon utamanya mengembalikan etos rasionalitas dalam Islam atau membuka kembali pintu ijtihad yang selama ini di klaim tertutup.
Fenomena ini dalam sejarahnya telah memunculkan nama-nama seperti Muhammad 'Abduh Wahhab (w. 1792 M), Rifa'ah al-Thahthawi (w. 1873 M), Jamal al-Din Al-Afghani (w. 1897 M), Muhammad 'Abduh (w. 1905 M) dan sederet tokoh-tokoh pembaharuan lainnya.
Kelompok tradisionalis merupakan kelompok yang berupaya mengembalikan kejayaan masa lalu sebelum terjadinya penyimpangan dan kemunduran sebagai model acuan dalam membangun Islam yang orisionil dan otentik di masa kini.
Bagi kelompok tradisionil radikal mereka menolak segala bentuk modernitas dengan dalih semuanya adalah "produk zaman jahiliyyah" yang mesti dibuang jauh-jauh. Sebagai alternatif mereka menyerukan kembali kepada sumber yang asli dan murni, yakni masa al-salaf al-salih, masa generasi awal umat Islam pada masa Nabi SAW. Sebagian mereka ada juga yang bersikap moderat dalam arti mau menerima unsur-unsur peradaban Barat selama tidak menyimpang dari syari'at Islam.
Adapun kelompok modernis menganjurkan adopsi modernitas Barat sebagi model yang tepat untuk mengejar ketertinggalan masyarakat Muslim pada masa kini. Hal ini adalah keniscayaan sejarah yang harus dilakukan masyarakat muslim dalam melihat realitas kekinian.
Bagi kelompok ini, modernisme Barat merupakan model yang historis memaksakan dirinya sebagai paradigma peradaban masyarakat untuk masa kini dan masa depan yang mesti diadopsi dan tidak perlu dinafikan dalam konteks upaya memajukan peradaban Islam.
Penghadapan tradisi vis a vis modernitas secara diametral dalam konteks pembaharuan pemikiran Islam bagi banyak pemikir Islam kontemporer tidak lagi merupakan tawaran solusi yang memuaskan. Pada era ini muncul kegelisahan yang berusaha untuk mempertautkan secara sinergis antara tradisi dan modernitas.
Bagi pemikir Islam kontemporer, Islam bukanlah serpihan-serpihan kecil tradisi dan modernitas yang saling menafikan, tetapi Islam merupakan bangunan yang dikonstruksi dari keduanya. Tradisi masa lalu adalah sebuah keniscayaan sejarah yang mesti kita akui keberadannya karena berangkat dari tradisi inilah kita mengada dan menjadi sebagai sebuah entitas yang diperhitungkan dalam sejarah manusia.