Lihat ke Halaman Asli

Blok Mahakam Sebagai Titik Balik Penyelamatan Sumber Daya Alam Migas Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14315333941863929468

[caption id="attachment_417270" align="aligncenter" width="300" caption="sumber: Majalah Energy Nusantara"][/caption]

Perpanjangan kontrak Migas di Negeri ini selalu menyajikan permasalahan yang kurang lebih sama, yaitu berapa komposisi Participating Interest (PI) Nasional dan Asing pada kontrak berikutnya. Begitu pula yang terjadi pada perpanjangan kontrak Blok Penghasil Gas terbesar di Indonesia yang bernama Blok Mahakam. Kontrak dan kegiatan eksplorasi Blok Mahakam dimulai pada tahun 1967 dan membuahkan hasil berupa cadangan yang sangat besar pada tahun 1972. Berdasarkan data SKK Migas, cadangan awal (terbukti dan potensi) yang ditemukan sebesar 1.68 milliar barrel minyak dan 21.2 TCF gas. Sungguh angka yang fantastis. Bagaimana tidak? cadangan awal minyak yang ditemukan saat itu hampir setara dengan 50 persen cadangan terbukti minyak saat ini. Ditambah lagi, cadangan awal gas yang terkandung kurang lebih setara dengan 20 persen cadangan gas terbukti Indonesia 2015. Jelang kontrak berakhir, diperkirakan masih tersisa cadangan (terbukti dan potensi) sebesar 200 juta barrel minyak dan 5.5 TCF gas. Tidak heran jika Blok Mahakam dinobatkan sebagai salah satu blok terbesar yang pernah ditemukan di Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat didunia ini.

[caption id="attachment_417271" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: skkmigas.go.id"]

14315335842017582078

[/caption]

Kontrak pertama pengelolaan Blok Mahakam berlangsung selama 30 tahun, yaitu pada tahun 1967 sampai tahun 1997. Kemudian dilanjutkan pada kontrak kedua dengan kontrak baru selama 20 tahun hingga 2017. Ya, kurang lebih 2 tahun menuju berakhirnya kontrak kedua dan keputusan komposisi PI kontrak baru belum juga mendapatkan kata sepakat. Terdapat beberapa isu yang berhembus cukup kencang mengenai perpanjangan kontrak Blok Mahakam, antara lain: Pertama, pemberian PI sebesar 100 persen kepada nasional melalui National Oil Company (NOC) nya, yaitu Pertamina. Isu ini berkaitan erat dengan keterlibatan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sebelumnya, yaitu Total dan Inpex. Kedua, keterlibatan secara langsung pemerintah daerah melalui BUMD nya sebagai bentuk rasa keadilan bagi masyarakat setempat serta pemerataan kemakmuran. Pemerintah provinsi  Kalimantan Timur menilai manfaat yang diperoleh dana bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam yang ada di wilayahnya dinilai sangat kecil dibanding dengan konstribusi provinsinya bagi pendapatan nasional. Ketiga, kesiapan Pertamina jika menjadi operator tunggal dalam mengelola Blok Mahakam. Keempat, Investasi yang bertujuan untuk menjaga ataupun meningkatkan produksi kian menurun di akhir masa kontrak. Hal ini menyebabkan produksi menurun dan berpotensi merugikan Negara.

Dalam tulisan ini penulis mencoba untuk memberikan solusi praktis jangka pendek yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah perpanjangan kontrak blok Mahakam maupun blok lain dan juga solusi jangka panjang yang dapat digunakan untuk meminimalisasi potensi terjadinya permasalahan yang sama secara terus menerus. Penerapan solusi ini diharapkan dapat menjadi angin segar untuk menyelamatkan sumber daya alam migas Indonesia. Solusi jangka pendek yang dapat diaplikasikan secara langsung dalam penyelesaian masalah yang terjadi di masa perpanjangan kontrak Blok Mahakam adalah:

Pemberian PI Blok Mahakam Sebesar 100 Persen Kepada Pertamina

Sejak tahun 2008, Pertamina sudah menyatakan kesiapannya untuk mengelola Blok Mahakam dengan PI 100 persen. Bahkan pernyataan ini sudah beberapa kali diulang dan dikuatkan oleh Pertamina. Kini sudah saatnya Pertamina kembali berjaya, setidaknya dipercaya untuk mengelola asset minyak dan gas di Negerinya sendiri. Setelah keberjalanannya, biarkan Pertamina yang memutuskan apakah Pertamina membutuhkan bantuan berupa partner dari kontraktor lain atau tidak. Ketika Pertamina membutuhkan partner, silahkan pertamina membentuk join venture dalam pengelolaannya, dengan syarat PI Pertamina tetap dominan.

[caption id="attachment_417275" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: logo-situs.blogspot.com"]

14315340401928604138

[/caption]

Melibatkan Pertamina dalam Masa Transisi Blok Mahakam

Blok Mahakam merupakan Wilayah Kerja (WK) yang sangat besar. Bayangkan saja, produksi gas perharinya setara dengan 20 persen total produksi gas Indonesia. Ditambah lagi karakteristik lapangan yang unik dengan reservoir dangkal dan kecil-kecilnya. Hal tersebut tentu membuat pengelolaan Blok Mahakam memiliki kesulitan tersendiri. Ketika Pertamina mendapatkan PI 100 persen, keterlibatannya dalam masa transisi perlu diusahakan. Hal itu sangat penting bagi pertamina untuk mengetahui kondisi pengelolaan lapangan guna menjaga produksi di kontrak berikutnya. Diharapkan Total dan Inpex memiliki itikad baik untuk memperbolehkan Pertamina masuk di masa transisi, walaupun hal tersebut tidak diatur di dalam kontrak yang telah disepakati pemerintah dengan Total dan Inpex sebelumnya.

Melibatkan BUMD Secara Langsung dalam Pengelolaan Blok Mahakam

Belakangan ini sempat beredar bahwa BUMD akan mendapatkan porsi 19 persen dari PI pengelolaan Blok Mahakam. Pertanyaannya, apakah BUMD memiliki uang yang cukup untuk diinvestasikan ketika mendapatkan PI 19 persen? Pengelolaan Blok Mahakam membutuhkan uang yang tidak sedikit, tentunya BUMD tidak dapat hanya mengandalkan APBD nya. Ditakutkan ketika PI BUMD terlalu besar justru BUMD mengandalkan swasta bahkan asing dalam penyediaan dananya. Maka dari itu, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh BUMD untuk mendapatkan PI pengelolaan Blok Mahakam, yaitu: Pertama, BUMD yang dapat mengajukan PI pengelolaan adalah BUMD atau anak perusahannya yang 100 persen dimiliki oleh daerah. Menteri ESDM dapat melakukan due diligent dan memiliki hak untuk melakukan audit kepada BUMD yang ditetapkan oleh Gubernur untuk mengelola PI tersebut. Kedua, BUMD hanya diperbolehkan memiliki kerjasama finansial dengan pusat investasi pemerintah dan/atau BUMN. Ketiga, BUMD terkait harus didirikan dan dilakukan penyertaan modal berdasarkan Peraturan Daerah. Ketiga poin tersebut telah menjadi bakal aturan dari ESDM untuk BUMD yang berminat terhadap suatu Wilayak Kerja (WK) migas.

Selain itu, pemerintah juga perlu merumuskan solusi-solusi jangka panjang yang dapat meminimalisasi potensi hingga menghilangkan permasalahan yang sering terjadi. Hal tersebut menjadi tinggi urgensinya karena dalam 10 tahun mendatang terdapat 32 blok yang berakhir masa kontraknya.

[caption id="attachment_417273" align="aligncenter" width="341" caption="Sumber: Majalah Energy Nusantara"]

14315339341005240098

[/caption]

Secara akumulasi, produksi 32 blok tersebut mencakup 72.5 persen dari produksi migas nasional (Pusat Data Energy Nusantara). Maka, 10 tahun kedepan merupakan momentum yang sangat tepat untuk menyelamatkan sumber daya alam migas Indonesia. Berikut hal-hal yang bisa diterapkan sebagai solusi jangka panjang guna mendapatkan momentum tersebut:

Percepatan Transfer Teknologi Pertamina

Memang, konsekuensi dari hadirnya UU Nomer 22 tahun 2001 adalah kesetaraan bagi semua kontraktor, begitu pula Pertamina. Dengan begitu, Pertamina harus adu teknologi dengan perusahaan-perusahaan besar berteknologi tinggi lainnya. Akibatnya, pertamina sering kalah dalam mendapatkan izin pengelolaan lapangan. Padahal dengan dana yang relatif sangat minim, sangat sulit untuk Pertamina dalam bersaing dengan perusahaan lain. Bagaimana tidak, dividen yang harus pertamina berikan ke pemerintah cukup besar sekitar 30-35 persen. Ditambah lagi pertamina banyak dihutangi BUMN lain. Hal tersebut membuat gerakan Pertamina sangat sempit dalam pengembangan teknologi dan eksplorasi. Apabila kondisi ini terus berlanjut, maka transfer teknologi untuk Pertamina akan berjalan lambat. Kondisi berbeda dialami oleh NOC lain yang mendapatkan dukungan penuh dari pemerintahnya. Contohnya Petronas yang diberikan keleluasan untuk mengelola keuntungannya. Hasilnya, saat ini Petronas mempunyai belanja modal 7 kali lebih besar dari Pertamina dan teknologi yang jauh lebih maju. Maka dari itu, Pertamina harus mendapatkan dukungan penuh dalam rangka percepatan pengembangan teknologi yang dimilikinya. Minimal dengan suntikan dana segar dan dukungan dalam pembentukan research center sebagai pusat pengembangan teknologi Pertamina. Dampak kedepannya, tidak perlu lagi ada kekhawatiran dari masyarakat mengenai kesanggupan Pertamina mengenai aspek teknologi dalam pengambilan lapangan-lapangan besar lainnya.

Pemberian Participating Interest (PI) Minimal bagi Pertamina di Setiap WK Baru

Saat ini pemerintah Brazil menetapkan PI Minimum sebesar 30 persen bagi Petrobras di setiap lapangan strategis laut dalam yang baru dikembangkan. Hal ini tentu memiliki banyak keuntungan yang dapat diberikan kepada pemerintahnya. Pertama, asimetri informasi antara kontraktor dengan pemerintah dapat dihilangkan dengan hadirnya NOC sebagai kepanjangan tangan Negara. Hal ini tentu akan membantu dalam penetapan cost recovery yang akan digantikan kepada kontraktor. Kedua, pada masa perpanjangan kontrak nantinya, NOC sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pengelolaan lapangan. Dengan begitu tidak ada ketakutan akan turunnya produksi ketika NOC memegang seluruh PI wilayah kerja tersebut. Ketiga, pada masa akan berakhirnya kontrak investasi dapat tetap dijalankan oleh NOC. Hal ini tentu dapat menurunkan potensi turunnya produksi di akhir masa kontrak yang dikarenakan kontraktor enggan menambah investasinya. Ketiga hal tersebut tentu dapat mengambarkan seberapa penting diterapkannya kebijakan ini di Indonesia. Sudah saatnya Indonesia menetapkan PI minimum bagi NOC disetiap wilayah kerja baru. Dampak jangka panjangnya, Pertamina akan memiliki pengalaman pengelolaan di banyak lapangan yang akan meningkatkan kompetensinya. Selain itu penetapan kebijakan ini dapat meminimalisasi terjadinya permasalahan di akhir masa kontrak yang dapat merugikan Negara.

Pemberian Kepastian Kontrak Maksimal Lima Tahun Sebelum Kontrak Habis

Pemberian kepastian komposisi PI untuk kontrak selanjutnya ditetapkan selambat-lambatnya lima tahun sebelum kontrak berakhir. Hal tersebut tentu akan membuat iklim investasi menjadi lebih kondusif. Lima tahun sebelum kontrak berakhir dapat disebut sebagai masa transisi. Di Wilayah Kerja yang dikerjakan oleh 100 persen kontraktor asing ataupun swasta, Pertamina dipersilahkan masuk untuk melakukan investasi guna menjaga laju produksi. Lagi-lagi, hal ini tentu dapat mendukung proses penyelamatan sumber daya alam migas di Indonesia dengan meminimalisasi kemungkinan turunnya produksi karena dampak menurunnya investasi. Selain itu di masa transisi Pertamina dapat mempelajari karakteristik wilayah kerja dan pengelolaannya. Dengan begitu, kekhawatiran akan turunnya produksi akibat kurangnya pengetahuan Pertamina dalam pengelolaan lapangan dapat berkurang bahkan hilang.

Penerapan Crypto Tax Kepada International Oil Company (IOC)

Crypto Tax merupakan pajak non fiskal yang akan sangat menguntungkan bagi Negara yang menerapkannya. Penetapan kebijakan ini mengharuskan kontraktor asing untuk melakukan transfer teknologi, pengembangan karir pekerja nasional, kewajiban re-investasi di dalam negeri, prioritas untuk transaksi melalui bank nasional, prioritas penggunaan konsultan domestic dan lain-lain. Walaupun persetujuan pemerintah dengan kontraktor menjadi lebih lambat, hal ini akan sangat menguntungkan Indonesia untuk meningkatkan kompetensinya dalam pengelolaan Migas. Efek jangka panjangnya Indonesia akan memiliki sumber daya manusia yang kompeten untuk menyelamatkan sumber daya alamnya, bahkan hingga akuisisi sumber daya alam di luar negeri. Selain itu crypto tax akan membangun multiplier effect yang bersifat positif. Dalam hal ini Industri Migas akan mendukung kemajuan Industri lainnya.

Solusi jangka pendek dan jangka panjang diatas dapat digunakan sebagai solusi atas permasalahan yang terjadi secara terus menerus di Indonesia. Sepuluh tahun kedepan merupakan momentum yang sangat menentukan bagi Industri Migas Bangsa ini. Pemerintah harus memanfaatkan momentum tersebut sebagai titik balik penyelamatan sumber daya alam migas Indonesia yang dimulai dari penyelamatan Blok Mahakam. Kini sudah saatnya Indonesia mengelola sumber daya alam miliknya secara mandiri dan kembali disegani dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline