Seperti yang kita ketahui, pandemi COVID-19 telah melanda untuk waktu yang cukup lama dan masih belum dapat diprediksi dengan pasti kapan berakhirnya. Khususnya di Indonesia, banyak sekali aktivitas dan kegiatan yang dianjurkan untuk dilakukan di rumah. Hal tersebut merupakan suatu perubahan yang tentu berdampak ke berbagai aspek kehidupan, salah satunya perekonomian.
Di masa pandemi ini, di mana kita dianjurkan untuk menjaga jarak sosial (social distancing), berdampak ke perputaran roda perekonomian di Indonesia.
Berbagai macam kegiatan ditunda, berbagai tempat ditutup sementara yang menyebabkan banyak omzet beberapa usaha menurun, dan bahkan banyak perusahaan atau pabrik yang harus ditutup. Kewajiban untuk tetap di rumah saja menyebabkan siklus perekonomian tidak berjalan sebagaimana biasanya.
Mungkin untuk beberapa pekerja kantoran, pandemi ini tidak begitu berdampak ke aspek finansial karena mereka tetap digaji sebagaimana mestinya. Selain itu, banyak pengeluaran yang dapat dihemat selama pandemi ini, contohnya biaya bahan bakar kendaraan/bensin, biaya operasional, dan lainnya.
Walaupun masih ada banyak kasus PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karena perusahaan atau pabrik tidak sanggup membayar para pekerjanya dikarenakan mereka mengalami kebangkrutan.
Saat ini gelombang PHK telah terjadi. KEMNAKER mencatat sekitar 1,5 juta pekerja terdampak COVID-19 (hingga April 2020). Sekitar 10% di-PHK dan 90% dirumahkan.
Selain itu, sebanyak 74,04 juta orang (56,5%) bekerja pada kegiatan informal menurut data selama setahun terakhir (Februari 2019--Februari 2020). Jadi, dapat dikatakan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia tidak digaji perbulan seperti pekerja kantoran, melainkan berdasarkan produktivitas mereka, yang tentunya menurun karena pandemi ini. Bahkan masih banyak masyarakat yang mencari nafkah perhari hanya untuk menghidupi kehidupan sehari-hari, sekadar untuk makan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengatakan bahwa COVID-19 mengakibatkan aktivitas ekspor dan impor dengan China melemah. Tak hanya itu, angka turis asing asal China merosot seiring dengan penangguhan sementara fasilitas bebas visa.
"Market bergejolak karena semua panik, saham merosot, SBN yield merosot, nilai tukar terguncang, semua jadi perfect storm bagi pengelola keuangan negara. Jadi COVID mempengaruhi sosial, ekonomi, keuangan," kata Sri Mulyani saat menjadi pembicara kunci di hadapan PNS Kemenkeu dalam acara Townhall Meeting via virtual, Jumat (19/6/2020).
Selain dari yang disebutkan di atas, masih banyak faktor yang dapat menyebabkan merosotnya perekonomian di Indonesia selama pandemi COVID-19 ini. BAPPENAS bahkan telah memperkirakan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menyentuh 8,1% - 9,2% melompat dari tahun 2019 yang berkisar 5,2%. Ini merupakan bencana nyata yang diakibatkan dari adanya COVID-19 di Indonesia.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa efek dari pandemi COVID-19 ini nyata dan tidak dapat disangkal lagi. Ini merupakan suatu hal yang serius dan harus segera ditanggulangi agar perekonomian di Indonesia tidak semakin terperosok.