Lihat ke Halaman Asli

Tetap Lebih Baik Terlambat

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejujurnya, saya termasuk orang yang tidak suka dengan keterlambatan. Entah itu saat kuliah berlangsung atau ketika kita membuat janji dengan seseorang. Saya tidak munafik, semua orang pasti pernah terlambat. Terkadang keterlambatan menjadi hal yang sulit dihindari karena satu dan lain hal. Satu dan lain hal yang sering kita sebut dengan alasan. Alasan yang bisa jadi diterima atau ditolak.


Don't waste your time with explanations: people only hear what they want to hear.”
―Paulo Coelho

Berbicara tentang keterlambatan, ada salah satu dosen saya yang punya toleransi tinggi terhadap kesalahan yang satu ini. Kata beliau, "mahasiswa mau telat berapa menit, berapa jam pun tetap saya izinkan masuk karena saya tahu mereka datang ke sini untuk belajar". Walaupun dengan keterlambatan tersebut mahasiswa bisa dikatakan tidak niat sejak awal karena tidak bisa menghargai waktu, menurut saya. Well, saya pikir saya terlampau idealis mengatakan opini demikian. Namun di sisi lain saya tidak bisa menyalahkan kalimat dosen saya di atas karena saya paham benar bahwa setiap mahasiswa bertujuan untuk belajar di kampus.

Kembali ke judul di atas, nampaknya saya ingin membagi beberapa hal dengan teman-teman tentang keterlambatan fatal yang pernah saya lakukan. Baiklah, mari kita mulai dengan pertanyaan sederhana ini.

"Apa cita-cita anda?"

Kalau teman-teman merasa bingung untuk menjawab pertanyaan di atas, maka saya akan mengubah pertanyaannya.

"Untuk apa anda hidup?"

Basic question yang seharusnya bisa kita jawab dengan mudah JIKA dan HANYA JIKA kita TIDAK TERLAMBAT menyadari apa hakikat hidup ini. Kalau anda masih juga bingung menjawab pertanyaan di atas, maka saya nyatakan anda juga melakukan kesalahan yang sama dengan saya; kita sama-sama terlambat.

Tahun ini menjadi tahun ke-18 bagi saya menghirup udara segar pemberian cuma-cuma dari Allah swt. Begitu banyak hal luar biasa yang terjadi di kehidupan saya, tetapi seberapa sering saya bersyukur atas segala nikmat itu mungkin bisa dihitung dengan jari. Parahnya, baru saat saya mulai menginjakkan kaki di tanah rantau dan menyandang status mahasiswa, saya bisa mengetahui jawaban dari kedua pertanyaan di atas yang berkaitan dengan keterlambatan saya menyadari apa hakikat hidup di dunia ini.

Hidup hanya satu kali maka manfaatkan dengan sebaik mungkin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline