Lihat ke Halaman Asli

Berbagi Peduli, Untuk Wujudkan Dunia Ramah Autisme

Diperbarui: 6 Juli 2015   14:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasianer, admin dan tim Mazaya berfoto bersama anak-anak berkebutuhan khusus di Rumah Autis Cibinong (dok. Mazaya) 

Ada yang tak biasa dalam acara Kompasiana kali ini. Bukber bareng Mazaya Cosmetic kali ini mengunjungi Rumah Autis sebagai tempat belajar anak-anak penyandang autisme. Tak ada jamuan mewah dan makanan berlimpah ala prasmanan di sini. Semua digagas dengan amat sederhana. Di rumah yang juga sangat sederhana untuk ukuran tempat belajar. Namun, dari kesederhanaan inilah, 10 kompasianer dan juga admin kompasiana serta tim Mazaya banyak memetik hikmah. Di sana kami belajar mengerti makna berbagi. Bisa melihat anak-anak berkebutuhan khusus dengan segala keceriaannya meski mereka ada dalam keterbatasan. Pun demikian dengan bapak ibu pengajar dan terapisnya. Semuanya luar biasa. Mereka jalani hidup dengan penuh rasa syukur.

Belum banyak orang mengerti apa itu autisme. Hingga bila menemui penyandangnya orang sering salah mengerti. Anak Penyandang autisme sering tak bisa dibedakan sebagai anak dengan cacat mental. Bahkan tak kurang di daerah-daerah terpencil, masih banyak orang tua memasungnya dan menganggap mereka seorang sakit jiwa yang kerap mengamuk mengganggu orang di sekitarnya. Menyedihkan sekali ya?

Sekilas tentang autisme sedikit saya jabarkan di sini. Autis adalah gangguan perkembangan neurobiologis yang kompleks. Dapat terjadi pada anak dalam masa tiga tahun pertama kehidupannya.  Biasanya ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, interaksi sosial, dan minat yang terbatas serta berulang-ulang (repetitif). Ada banyak gejalanya, diantaranya yang paling menonjol adalah sulitnya melakukan kontak mata, terlambat bicara atau kalaupun berbicara dalam bahasa yang terdengar aneh dan tak mudah dimengerti, senang kegiatan yang berulang-ulang dalam durasi waktu tertentu, interest dengan segala bentuk benda dan mainan yang berputar-putar, seperti memutar roda, kipas angin, kincir, umumya hiperaktif, meski pada beberapa anak hypoaktif (sangat pasif). Kesemua gejala ini membuat mereka tampak berbeda dengan anak-anak pada umumnya dan seperti hidup pada dunianya sendiri. Namun apabila individu dengan autisme mendapat perhatian, penanganan, kesempatan serta dukungan positif yang memadai dari keluarga dan masyarakat sekitar, maka besar kemungkinan anak akan berkembang lebih optimal.

Tantangan terbesar memandirikan anak-anak autisme adalah soal materi. Biaya terapi yang selangit sering tak terjangkau oleh orang tua autistik dari kalangan dhuafa. Itulah mengapa mereka semakin tertinggal. Memandirikan mereka masih menjadi mimpi sebagian orang tua di kalangan tak mampu ini. Dibutuhkan dukungan pemerintah untuk mengusahakan pendidikan yang layak bagi para penyandang autis ini. Utamanya bagi pendidikan anak-anak autis di kalangan mereka yang dhuafa. Penanganan intensif amat mereka butuhkan, untuk membuat masa depan mereka menjadi sedikit lebih baik. Tak harus dengan target muluk dalam kilauan prestasi mengagumkan, bisa hidup mandiri tanpa terlalu bergantung pada orang lain saja mungkin sudah meringankan beban para orangtua pendamping anak autis.

Menjawab semua inilah Rumah Autis hadir. Adalah Deka Kurniawan dan istrinya mendirikan sarana belajar bagi penyandang autis dhuafa dengan biaya murah bahkan gratis. Diberlakukan sistem subsidi silang dalam pembiayaan. Di sini anak-anak berkebutuhan khusus ini belajar bagaimana bisa mandiri. Disediakan juga Balai Latihan Ketrampilan (BLK) sebagai bagian dari usaha memaksimalkan potensi mereka. di BLK ini mereka diajarkan membuat aneka ketrampilan tangan juga ketrampilan lainnya seperti menari, menyanyi. dsb. Rumah Autis juga aktif mensosialisasikan apa dan bagaimana autisme melalui seminar dan workshop-workshop ke masyarakat, agar mereka lebih aware tentang segala hal mengenai autisme. Dari hanya satu cabang saja di Bekasi, kini Alhamdulillah Rumah Autis sudah berdiri di banyak cabang di wilayah Jabodetabek. Semua adalah berkat pertolongan Tuhan melalui kepanjangan tangan mereka para donatur dan orang-orang berhati mulia. 

Mereka orang-orang yang tak kenal lelah berjuang untuk kepentingan orang lain. Empati mereka sungguh luar biasa. Kekurangan dana, kelelahan fisik pasti mengiringi perjalanan mereka dengan misi mulianya. Tak ada kompensasi materi berlimpah apalagi fasilitas memadai untuk perjuangan mereka. Yang pasti sosok mereka sangat menginspirasi.

Demikian halnya dengan brand kosmetik halal Mazaya. Dari keterangan bu Erlisativani, selaku GM Mazaya Cosmetic, Mazaya concern dan peduli pada anak-anak berkebutuhan khusus ini sejak hampir setahun terakhir. Ini dibuktikan dengan gerakan menyisihkan sebagian keuntungan mereka. Setiap penjualan dari produk Mazaya disisihkan 2000 rupiah untuk membantu mereka yang membutuhkan. 

Pada akhirnya, hanya kata salut yang mampu terucap melihat kerja orang-orang yang sangat berdedikasi memperjuangkan nasib mereka yang tak mampu ini. Mereka seperti malaikat yang dikirim Tuhan mengayomi anak-anak spesial ini yang notabene juga adalah generasi bangsa.

Jalan masih teramat panjang. Karena saya adalah salah satu dari orang tua anak autistik, saya sangat bisa mengerti dan merasakan apa dan bagaimana kesulitan yang mereka perjuangkan. Empati bagi mereka memang tak perlu ada diatas dasar rasa kasihan. Namun tak ada hal yang bisa saya lakukan, selain membantu menggaungkan ini ke masyarakat luas, agar semakin banyak orang yang mau peduli dan tak lupa mendoakan mereka yang sudah berjuang. Berharap Allah mencatatnya sebagai amal kebaikan serta mengganjarnya dengan kebaikan yang berlipat. Aamiin Ya Robbal 'alamiin..

Ini sebagian foto-fotonya

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline