Judul: Sengsara Membawa Nikmat
Penulis: Tulis Sutan Sati
Tahun: 1929
Penerbit: Balai Pustaka
Tentang Pengarang
Tulis St Sati dilahirkan di Bukittinggi, Padang, pada tahun 1898. Semasa hidupnya, ia pernah menjadi seorang guru. Kemampuan mengarangnya kian terasah ketika ia menjadi salah satu redaktur di penerbitan yang ketika itu milik Belanda, Balai Pustaka. Beliau meninggal pada saat pendudukan Jepang, tepatnya pada tahun 1942.
Sepenggal Cerita Novel "Sengsara Membawa Nikmat"
Ditengah ramainya kehidupan, Novel ini menghadirkan kisah seorang pemuda yang memiliki kebaikan hati dan ketangguhan jiwa. Kejujuran dan kesederhanaannya menjadikan sosok Midun dikagumi dan disayangi oleh seluruh masyarakat kampung pada saat itu. Midun tak hanya memiliki budi pekerti yang baik,ia pun memiliki kepribadian yang santun dan bertutur kata yang baik. Midun memiliki keahlian yang cukup baik dalam ilmu bela diri, yangt menjadikannya pelindung bagi mereka yang lemah dan tertindas, Midun dijadikan panutan bagi masyarakat di sekitarnya.
Sikap rendah hati yang dimiliki Midun tak luput dari cobaan hidup yang dialaminya. Kecemburuan dan iri hati mengantarkan Midun pada berbagai rintangan dan kesengsaraan. Namun, Midun tak pernah goyah dalam menghadapi rintangan hidupnya. Keteguhan hati dan keyakinannya pada kebaikan membantunya melewati masa-masa sulit dan mengantarkan pada kebahagiaan di akhir cerita.
Kebaikan yang dimiliki Midun justru menimbulkan kecemburuan di hati Kacak, seorang yang memiliki sifat bertolak belakang dengan Midun. Kacak seorang anak keturunan kaya raya, ia memiliki sifat keras dan tutur bahasa yang kasar. Ia tak mampu melihat keindahan jiwa Midun, dan malah terjebak dalam ambisi yang gelap, sifat-sifat negatif inilah yang mengantarkan kacak menjadi peran yang memiliki sifat antagonis, sekaligus menjadi dasar konflik dan rintangan dalam cerita kehidupan Midun. Kegelapan hati kacak membawanya melakukan segala cara kotor dihalalkannya untuk menjatuhkan Midun, Ia menjebak, menyiksa bahkan nyaris menghabisi nyawa Midun. Kemahiran Midun dalam bersilat menjadi pelindung dirinya dari segala ancaman yang menghampiri.
Kebagikan hati Midun bagaikan senja yang menenangkan, namun tak mampu menerobos kegelapan hati seorang Kacak. Hingga suatu ketika, siasat licik kacak akhirnya membuahkan hasil menurutnya, Midun terjebak dalam fitnah yang ia buat sehingga dijebloskan ke penjara atas tuduhan yang tak pernah Midun lakukan. Di balik jeruji besi, Midun dihadapkan pada kenyataan pahit dan beratnya kehidupan yang ia lalui di penjara.