Perjalanan penulis dimulai lewat Terminal Feri Internasional yang berlokasi di Kecamatan Sekupang, Kota Batam. Penulis membeli tiket kapal pada pagi hari dan berangkat di sore hari tetapi biasanya pengunjung Pulau Tanjung Balai Karimun membeli tiket langsung ketika ingin berangkat dikarenakan kapal berlayar setiap 2 jam dimulai pada jam 8 pagi tergantung dari agen kapal feri yang akan dinaiki. Disini penulis menggunakan kapal feri Mikonatalia 89 dan langsung membeli tiket terusan untuk PP (pulang pergi), menurut penulis ini sangat menguntungkan karena lebih murah. Tiket kapal feri ini bisa digunakan dihari dan jam kapan saja penumpang ingin gunakan, tentu sangat memudahkan jadwal penumpang.
Penulis sengaja membeli tiket di pagi hari agar bisa jalan-jalan dahulu di Kota Batam, membeli oleh-oleh, sekaligus tes kesehatan karena perjalanan laut membutuhkan surat kesehatan serta mengisi E-HAC yang merupakan Kartu Kewaspadaan Kesehatan dari Kementerian Kesehatan RI.
Setelah sore hari, penulis naik taxi online ke Terminal Feri Internasional Sekupang. Sebelum melakukan perjalanan, penulis makan nasi padang di kantin pelabuhan, harganya tidak mahal dan rasanya enak. Penulis sarankan untuk makan disana sebelum berangkat.
Proses selanjutnya, masuk kedalam pelabuhan petugas akan mengecek suhu tubuh dan surat kesehatan penumpang, lalu naik kelantai dua untuk menunggu jadwal kapal berangkat. Penumpang bisa sholat terlebih dahulu di mushola. Setelah itu penumpang naik ke kapal feri sesuai tiket yang telah dibeli. Tempat duduk bisa memilih dimana saja yang diinginkan. Dikarenakan penulis mabuk laut, maka penulis memilih duduk dibagian atas kapal.
Sangat menyenangkan karena penulis selain ditemani oleh orang tersayang, diperjalanan menuju Pulau Tanjung Balai Karimun ini penulis bisa menikmati pemandangan laut yang indah, terkena percikan ombak langit sore, melihat pulau-pulau kecil, melihat kapal-kapal tanker/feri/LPG/tongkang yang sedah berlayar juga. Perjalanan ini ditempuh sekitar 2 jam.
Sampai di pelabuhan Tanjung Balai Karimun, penumpang harus memperlihatkan E-HAC yang telah terisi dan barcode-nya akan di scan oleh petugas pelabuhan. Tujuannya agar pemerintah bisa melacak perjalanan seluruh masyarat Indonesia di tengah pandemi ini. Penulis dijemput oleh keluarga menuju tempat tujuan, tetapi penumpang tidak perlu khawatir karena di pelabuhan ini banyak ojek maupun taxi yang bisa mengantarkan.
Di pulau ini penulis jalan-jalan ke beberapa objek wisata, yang pertama penulis pergi ke Pantai Pelawan menggunakan kendaraan khas daerah ini yaitu bus kayu. Perjalanan menuju pantai banyak melewati bukit-bukit yang sedang ada proyek pengambilan tanah atau tambang. Setibanya di pantai penulis dan keluarga piknik dengan menggelar karpet dan mamakan bekal. Lalu kami berenang di pantai dan bermain pasir. Ombak dipantai ini cukup tenang sehingga tidak berbahaya berenang bebas, disini pengunjung juga bisa menyewa pelampung bahkan kano untuk bermain dilaut. Ini pertama kalinya penulis berenang di pantai dikarenakan penulis berasal dari Pulau Jawa yang ombak pantainya tinggi. Ketika sedang berenang, tim SAR menghimbau kami untuk menjauhi pantai sementara karena ada pengeboman bukit yang arah ledakan batunya bisa sampai ke pantai. Setelah itu, kami lanjut berenang dan minum kelapa muda. Di sore hari kami menyudahi bermain air lalu mandi dan saatnya pulang.
Yang kedua, penulis pergi ke Coastal Area di Tanjung Balai Karimun. Daerah ini merupakan tanah reklamasi yang berisi banyak sekali penjual makanan khas dari pulau ini atau khas melayu. Penulis mencoba beberapa makanannya seperti lendot yang teksturnya seperti gel, rasanya asin dengan aroma seafood, berisi sayur kangkung dan siput laut. Penulis juga mencoba lakse yang berbentuk mie kenyal yang dicampur ikan. Lalu mencoba otak-otak yang dibungkus daun kelapa yang rasa ikannya kuat, gurih dan ada aroma bakar. Selanjutnya penulis makan manisan jambu yang rasanya sangat segar dan manis. Ada satu makanan yang paling penulis suka yaitu luti gendang, makanan ini adalah roti berisi daging ikan dan cara memasaknya digoreng, rasanya enak sekali. Tetapi luti gendang ini hanya bertahan 2 hari penyimpanan.
Malam sebelum kembali ke Kota Batam, penulis berserta keluarga makan di restoran seafood Radja Husein. Disana kami makan ikan goreng, ikan bakar, ikan asam manis, cumi goreng, ayam goreng, sayur seafood, nasi, lalapan dan yang paling khas yaitu gonggong. Gonggong adalah siput laut yang warna cangkangnya kekuningan, dagingnya lembut dan tidak berlendir, cara makannya itu dicongkel dagingnya dari cangkang menggunakan tusuk gigi, rasanya gurih dan enak.
Hari berikutnya penulis pulang ke Batam menggunakan kapal feri Mikonatalia tetapi duduk didalam dikarenakan ombak sedang tinggi. Penulis mual lalu tidur sepanjang perjalanan. Sampai di terminal feri internasional sekupang penulis menggunakan taxi pelabuhan untuk kembali pulang, tarifnya 50 ribu sampai ke Tiban Indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H