Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) diharapkan dapat membawa angin segar bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Namun, kasus dugaan perdagangan orang (TPPO) terhadap pelajar Indonesia yang tinggal di Jerman mengungkap sisi gelap dari program tersebut. Kejadian ini tidak hanya mencoreng nama baik MBKM, namun juga membuka kemungkinan terjadinya maladministrasi di tingkat kampus yang berpotensi memberikan ruang bagi praktik eksploitasi.
Menurut laporan yang tersebar luas, Mahasiswa korban TPPO dibujuk untuk mengikuti program magang di Jerman dengan janji gaji tinggi dan kesempatan kerja setelah lulus. Namun, begitu mereka tiba di Jerman, mereka mendapatkan pekerjaan di sektor informal dengan jam kerja panjang, upah rendah, dan kondisi kerja yang tidak memadai. Bareskrim Polri mengungkapkan Sebanyak 33 perguruan tinggi Indonesia diduga terlibat dalam pengiriman 1.047 mahasiswanya ke Jerman melalui program ferien job yang disebut-sebut merupakan bagian dari MBKM. Namun sistem ini tidak diakui oleh Kemendikbudristek, dan mahasiswa dieksploitasi sebagai pekerja. Universitas-universitas yang terlibat telah gagal menjamin keselamatan dan perkembangan mahasiswa yang terkena dampak.
Dugaan adanya maladministrasi muncul karena mahasiswa tidak diberikan informasi yang jelas mengenai program magang, proses seleksi yang terkesan tertutup, dan tidak dilaksanakannya prosedur dengan benar. Meski peran kampus dalam program MBKM seharusnya sangat penting, namun terdapat pula dugaan bahwa kampus lalai dalam memantau mahasiswa luar negeri dan menjamin kesejahteraannya.
Gugatan TPPO berkedok MBKM ini membawa dampak yang sangat merugikan baik bagi mahasiswa yang menjadi korban, maupun citra MBKM dan perguruan tinggi Indonesia. Mahasiswa yang menjadi korban tidak hanya mengalami eksploitasi, tekanan psikologis, dan kerugian finansial, namun juga tidak memiliki pengalaman magang yang sejalan dengan tujuan pendidikan mereka. Di sisi lain, kepercayaan masyarakat terhadap program MBKM dan kredibilitas perguruan tinggi peserta telah rusak, dan muncul seruan agar perguruan tinggi bertanggung jawab dalam menjamin keselamatan dan memberikan santunan dan santunan kepada para korban.
Penanganan kejadian ini memerlukan tindakan tegas agar kejadian serupa tidak terulang kembali di kemudian hari. Pihak berwenang harus mengusut tuntas kejadian ini, termasuk memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku terhadap dugaan keterlibatan kampus dalam praktik TPPO dan mereka yang terbukti bersalah. Rencana pemerintah Indonesia membentuk tim khusus penanganan peristiwa TPPO melalui Menko Polhukam memang tepat. Kemendikbudristek telah mengeluarkan surat edaran untuk menghentikan sementara kegiatan magang yang diberi tanda TPPO. Mengutip dari CNN Indonesia, sejauh ini Polri telah menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut dan mengungkap unsur penipuan dalam program alih pekerjaan. Para tersangka didakwa dan diancam hukuman berat berdasarkan UU Penghapusan TPPO dan Perlindungan Pekerja Imigran Indonesia.
Beberapa individu yang memiliki peran kunci dalam kasus ini, yaitu Amsulistiani Ensch yang mengaku sebagai koordinator program ferien job dan Enik Rutita yang mendirikan PT Sinar Harapan Bangsa sebagai penyalur program magang serta Sihol Situngkir, dosen di Universitas Jambi yang terlibat dalam mempromosikan program ini ke berbagai perguruan tinggi.
Kemendikbudristek menegaskan bahwa ferienjob bukan bagian dari MBKM dan tidak berkaitan dengan kegiatan kemahasiswaan. Peran Pemerintah disini yaitu dengan melakukan penyuluhan kepada universitas dan berkonsultasi dengan kelompok peduli imigrasi dan TPPO salah satunya yaitu menginformasikan bahwa program pelatihan dari luar negeri harus mengajukan proposal ke KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) untuk mendapatkan surat endorsement. Karena tidak sedikit Universitas yang mengira ferienjob merupakan bagian dari MBKM. Untuk itu, penting bagi pemerintah melakukan evaluasi terhadap sistem MBKM untuk mencegah terjadinya maladministrasi dan menutup celah bagi praktik eksploitasi.
Kasus TPPO berkedok MBKM ini menjadi pengingat bahwa program yang bertujuan baik pun dapat disalahgunakan jika tidak dikelola dengan transparan dan akuntabel. Perlu adanya komitmen bersama dari semua pihak, termasuk pemerintah, kampus, dan masyarakat, untuk memastikan bahwa program MBKM benar-benar memberikan manfaat bagi mahasiswa dan dunia pendidikan tinggi di Indonesia.
Penulis:
Aulia Fahra Dina
Dhita Sabrina Putri Baihaqi