Lihat ke Halaman Asli

Aulia

Dosen Universitas Andalas

Transformasi Otonomi Pengangkatan Profesor di Indonesia: Tantangan dan Peluang bagi Perguruan Tinggi dalam Era Global

Diperbarui: 19 Oktober 2024   15:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Pendahuluan

Perguruan tinggi di Indonesia kini diberikan otonomi yang lebih besar dalam mengelola karier dosen, termasuk pengangkatan guru besar atau profesor. Otonomi ini diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 44 Tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen, yang bertujuan meningkatkan kualitas perguruan tinggi dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman. 

Peraturan ini menandai perubahan penting dalam pengelolaan jabatan akademik tertinggi di perguruan tinggi, yaitu jabatan profesor, yang kini lebih fleksibel dan terikat pada kebutuhan perguruan tinggi, tidak lagi bersifat permanen seumur hidup.


Perubahan Penting dalam Pengangkatan Profesor

Sebelumnya, gelar profesor sering dianggap sebagai gelar yang melekat pada dosen seumur hidup, terlepas dari perubahan jabatan atau perpindahan institusi. Namun, peraturan baru ini memperkenalkan konsep bahwa profesor merupakan jabatan akademik tertinggi yang hanya dapat dimiliki selama ada kebutuhan di perguruan tinggi tempat dosen bekerja. Ini berarti seorang profesor di satu perguruan tinggi tidak otomatis mempertahankan jabatan tersebut ketika pindah ke perguruan tinggi lain, terutama jika institusi baru memiliki standar yang berbeda.

Hal ini memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dalam karier dosen dan pengelolaan kebutuhan akademik perguruan tinggi. Setiap perguruan tinggi diberikan wewenang untuk menentukan kebutuhan jabatan akademik seperti asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor sesuai dengan visi, misi, dan tujuan institusi. 

Namun, meski otonomi diberikan, perguruan tinggi tetap harus mematuhi Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang ditetapkan oleh pemerintah. Perguruan tinggi dapat menetapkan standar lebih tinggi dari yang ditetapkan NSPK, yang memberikan mereka kendali lebih besar dalam mempertahankan kualitas akademik.

Pemerintah memberikan waktu hingga Agustus 2025 bagi perguruan tinggi untuk mempelajari dan mengimplementasikan peraturan ini. Dalam masa transisi ini, penting bagi perguruan tinggi untuk menyiapkan infrastruktur dan kebijakan internal yang sesuai agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang ada.

Fleksibilitas dalam Kriteria Publikasi dan Paten

Peraturan baru ini juga memberikan fleksibilitas dalam hal publikasi ilmiah dosen. Dosen akademik yang ingin mencapai jabatan profesor harus menghasilkan publikasi di jurnal bereputasi, terutama yang terindeks di basis data internasional seperti Scopus atau Web of Science. Di sisi lain, dosen yang bekerja di bidang seni dan vokasi memiliki kriteria yang berbeda, yang lebih menitikberatkan pada karya implementatif seperti penciptaan karya seni atau inovasi yang menghasilkan paten. Dengan demikian, kebijakan ini mencoba menyesuaikan tuntutan jabatan akademik dengan keahlian spesifik dosen dan bidang yang ditekuni.

Konteks Internasional: Perbandingan dengan Malaysia dan Singapura

Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, kebijakan otonomi perguruan tinggi dalam pengangkatan profesor yang diterapkan di Indonesia merupakan langkah yang positif dan sejalan dengan standar internasional. 

Di Malaysia, sistem ini telah diterapkan dengan baik di universitas-universitas terkemuka, terutama di Research University yang memiliki standar tinggi dalam pengangkatan dosen. Proses pengangkatan profesor di Malaysia didasarkan pada prestasi nyata dalam penelitian, produktivitas publikasi ilmiah, serta kontribusi pada bidang akademik di tingkat nasional dan internasional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline