Pengantar
Beberapa minggu terakhir sampai hari ini pemberitaan terkait tertahannya barang kiriman warga Indonesia yang bekerja di luar negeri tertahan di salah satu kantor pabean di Surabaya. Barang-barang ini disimpan di 5 buah gudang. Sewaktu pejabat terkait kunjungi tempat tersebut dia sangat marah dan tidak habis pikir bagaimana kebijakan ini diambil dan diterapkan secara tidak tepat sehingga cenderung merugikan pekerja migran Indonesia atau PMI.
Kasus yang viral ini memang terjadi di Surabaya tetapi tidak menutup kemungkinan kejadian yang sama juga terjadi di beberapa pelabuhan yang melayani pengiriman barang dari luar negeri seperti Tanjung Priok.
Di era globalisasi saat ini, pergerakan barang dan manusia melintasi batas negara menjadi hal yang lumrah. Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tersebar di berbagai penjuru dunia turut serta dalam dinamika ini, mengirimkan barang-barang ke tanah air sebagai bentuk koneksi dengan keluarga dan kerabat mereka. Namun, kebijakan pabean yang ketat dan seringkali tidak fleksibel telah menyebabkan banyak barang kiriman PMI tertahan di pabean, menimbulkan kerugian baik secara material maupun emosional.
Kebijakan pabean yang ada seharusnya menjadi alat untuk mengatur dan memfasilitasi aliran barang yang masuk ke dalam negeri, namun kenyataannya sering kali berujung pada situasi yang merugikan bagi PMI. Dengan adanya kasus-kasus penahanan barang yang berlarut-larut, muncul pertanyaan tentang efektivitas dan keadilan dari sistem yang berlaku saat ini.
Pekerja Migran Indonesia (PMI) telah lama menjadi bagian penting dari ekonomi dan masyarakat Indonesia, mengirimkan remitansi yang signifikan yang mendukung keluarga dan berkontribusi pada pembangunan nasional. Selain uang, PMI juga sering mengirimkan barang-barang pribadi dan hadiah untuk keluarga mereka di Indonesia. Namun, proses pengiriman barang ini tidak selalu berjalan mulus, terutama ketika berhadapan dengan kebijakan pabean yang ketat.
Kebijakan pabean yang dirancang untuk mengatur impor dan ekspor barang kiriman sering kali tidak mempertimbangkan keunikan dan kebutuhan khusus dari barang-barang kiriman PMI. Akibatnya, banyak PMI yang menghadapi kendala ketika barang-barang yang mereka kirimkan tertahan di pabean, menyebabkan frustrasi dan kerugian finansial, serta menimbulkan dampak emosional bagi mereka dan keluarga yang menanti di tanah air.
Dengan meningkatnya jumlah kasus penahanan barang kiriman PMI, masyarakat dan berbagai organisasi mulai mempertanyakan efektivitas dan keadilan dari kebijakan pabean yang ada. Kritik yang muncul menyoroti perlunya evaluasi dan revisi kebijakan untuk memastikan bahwa barang-barang kiriman dapat diterima dengan aman dan efisien oleh keluarga PMI di Indonesia.
Analisis Kebijakan Pabean Saat Ini
Kebijakan pabean merupakan salah satu instrumen penting dalam pengaturan lalu lintas barang yang masuk dan keluar dari suatu negara. Di Indonesia, kebijakan ini memiliki peran krusial dalam menentukan nasib barang kiriman yang dikirim oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI). Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan pabean telah menimbulkan berbagai tantangan bagi PMI, terutama terkait dengan penahanan barang kiriman mereka.
Kebijakan pabean saat ini dirancang untuk mengontrol impor barang dengan tujuan melindungi ekonomi domestik dan keamanan nasional. Namun, dalam implementasinya, kebijakan ini sering kali tidak membedakan antara barang komersial dan barang pribadi kiriman PMI. Akibatnya, banyak barang pribadi yang tidak seharusnya menjadi subjek pemeriksaan ketat malah tertahan di pabean, menyebabkan keterlambatan dan kerugian bagi PMI dan keluarga mereka.