Lihat ke Halaman Asli

Aulia

Dosen Universitas Andalas

Pengalaman Anak Kos, Tiga Hari Makan Mi Instan pada Bulan Ramadhan Buat Puyeng

Diperbarui: 22 Maret 2024   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Screen Shoot https://tse1.mm.bing.net/th?id=OIP.HKNjWe5SY7zel4jLaaYSnwHaEK&pid=Api&P=0&h=220

Selama masa kuliah di Jurusan Teknik Elektro Universitas Sriwijaya (UNSRI) di Palembang, saya menetap di sebuah rumah tua yang cukup luas di Puncak Sekuning. Rumah itu merupakan milik seorang keturunan India yang telah lama bermukim di sana.

Ironisnya, meskipun saya sudah beberapa tahun tinggal di sana, saya tak pernah berkesempatan bertemu langsung dengan sang pemilik. Pembayaran sewa bulanan selalu saya lakukan melalui seorang tetangga yang dipercaya oleh pemilik rumah.

Tetangga tersebut merupakan pasangan suami istri yang ramah dan baik hati. Sang istri, seorang wanita asal Padang, Minangkabau, membawa kehangatan keramahan tradisionalnya dalam setiap interaksi. Sementara itu, suaminya adalah keturunan India yang bersemangat dalam usaha kuliner, menggeluti bisnis martabak Malabar yang terkenal.

Setiap hari, aroma harum martabak mereka merayapi udara sekitar, membangkitkan selera di antara para tetangga.

Rumah besar tersebut memiliki ciri khas sederhana, dengan empat kamar tidur, dua kamar mandi, dan sebuah dapur yang luas. Dapur itu menjadi tempat berkumpul dan bercengkrama bagi kami, para penyewa, saat kami bersiap untuk menikmati santapan malam.

Suasana yang hangat dan ramah di antara kami, membuat rumah itu terasa seperti rumah sendiri, meskipun sebenarnya kami adalah orang-orang asing yang bersatu oleh satu tujuan: menuntut ilmu di kota yang baru bagi kami.

Selain menjadi tempat tinggal, rumah itu juga menjadi markas bagi Mahasiswa Tuah Sakato, sebuah organisasi mahasiswa yang beranggotakan mahasiswa-mahasiswa asal Sumatera Barat. Pada tahun 1992, saya diberi kepercayaan untuk memimpin organisasi tersebut sebagai ketua. Tanggung jawab ini tak hanya menjadi sebuah kehormatan, tetapi juga sebuah tantangan yang besar.

Sebagai ketua Mahasiswa Tuah Sakato, saya berusaha membawa semangat baru dan memperkuat solidaritas antar mahasiswa Sumatera Barat di UNSRI. Kami sering mengadakan rapat-rapat di ruang tengah rumah, merencanakan berbagai kegiatan dan acara yang dapat mempererat tali persaudaraan di antara kami. Bersama-sama, kami berjuang untuk mewujudkan impian kami dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat sekitar.

Namun, peran sebagai ketua organisasi tidaklah mudah. Saya harus menghadapi berbagai tantangan dan hambatan dalam menjalankan tugas ini. Tetapi dengan dukungan dan kerjasama dari teman-teman seperjuangan, kami berhasil mengatasi segala rintangan dan menjalankan program-program organisasi dengan sukses.

*****

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline