Lihat ke Halaman Asli

Aulia

Dosen Universitas Andalas

Petir Perenggut Nyawa

Diperbarui: 25 Februari 2024   21:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.suarasurabaya.net/wp-content/uploads/2017/12/kk197383_clip10.jpg

Gelap malam merangkul bumi,
Kilat menyambar, menggigil angkasa,
Dua jiwa merunduk dalam sunyi,
Bertemu maut di alam terpapar.

Jumat malam, di mata bulan pucat,
Bumi Perkemahan Batu Kuda berseru,
Empat kali petir memekik datang,
Menggertak, mengusik mimpi-mimpi jiwa muda

Namun di antara reruntuhan gemuruh,
Ada cerita, luka hati yang sama,
Mahasiswa, remaja, manusia berjuang,
Tersambar petir, berpisah dengan nyawa.

Lewat lautan, ke Amerika jauh,
Di puncak gunung, di tepi pantai,
Petir menjelma, kejam menghantam kau,
Merenggut hidup, dalam getir derai.

Awan hitam, cumulonimbus kejam,
Mengantarkan kilat, menggelapkan jiwa,
Tak peduli manusia, tua atau muda,
Renggut nyawa, tak kenal kasihan diri.

Meski BMKG bersuara, memberi isyarat,
Tetaplah kita, seringkali lalai,
Awan mendung, kilat menyambar,
Tak sadar, hingga terbabat nyatai.

Namun dalam kelam, terang pun menyinari,
Dalam hati, kesadaran menyala,
Mencegah lebih baik, daripada menyesali,
Mari bersama, teriakkan kesadaran yang maha.

Gelap dan terang, bergandengan tangan,
Dalam puisi alam, kita bersama,
Mencegah bencana, menghindari malam yang kelam,
Bersatu, kita lawan, dengan nyala cahaya abadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline