Lihat ke Halaman Asli

Aulia

Dosen Universitas Andalas

Derita Ibu di Zona Konflik Gaza dan Hubungannya dengan Stunting

Diperbarui: 19 Januari 2024   20:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengantar

Salah satu sumber berita di Timur Tengah menceritakan kisah Aya Deeb, seorang ibu muda di Gaza yang melahirkan anak perempuannya, Yara, sekitar dua bulan setelah suaminya, Mohammed, tewas akibat bom Israel. Aya mengalami trauma dan kesedihan yang mendalam, dan merasa tidak mampu merawat anak laki-lakinya, Abdul Rahman, dan bayinya yang belum lahir saat itu. Dia juga menghadapi tantangan ekonomi dan sosial, karena harus tinggal bersama keluarga suaminya yang besar dan tidak memiliki sumber penghasilan.

Berita tersebut juga menyoroti dampak perang Israel terhadap wanita hamil dan menyusui di Gaza, yang menghadapi risiko kesehatan dan psikologis yang tinggi. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 77.000 wanita hamil membutuhkan layanan kesehatan reproduksi di Gaza, tetapi banyak yang tidak dapat mengaksesnya karena kerusakan infrastruktur, kekurangan listrik, dan blokade Israel1. Selain itu, banyak wanita yang mengalami stres, kecemasan, depresi, dan gangguan tidur akibat kekerasan dan ketidakpastian yang mereka alami.

Komentar terhadap berita

Bayangkan Anda sedang hamil sembilan bulan dan harus melahirkan di tengah serangan bom, roket, dan rudal. Bayangkan Anda tidak memiliki akses ke rumah sakit, dokter, bidan, obat-obatan, air bersih, dan makanan yang memenuhi gizi. Bayangkan Anda harus mengungsi dari satu tempat ke tempat lain untuk menyelamatkan diri dan bayi Anda. Bayangkan Anda harus hidup dalam ketakutan, stres, trauma, dan ketidakpastian setiap hari. Setiap detik yang dilalui adalah berat.

Itulah yang dialami oleh ribuan ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik, seperti di Gaza dan Afghanistan. Mereka adalah korban dari kekerasan, penindasan, dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bertikai. Mereka adalah saksi dari krisis kemanusiaan yang mengancam keselamatan dan kehidupan mereka dan bayi mereka.

Dalam tulisan ini, kita akan membahas tentang kondisi kesehatan ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik seperti di Gaza dan beberapa kawasan lainya di dunia, berdasarkan data yang diakses melalui website. Kita dapat melihat bagaimana perang dan konflik mempengaruhi kesehatan fisik, mental, dan reproduksi ibu hamil dan melahirkan. Kita juga dapat melihat bagaimana organisasi kemanusiaan berusaha memberikan bantuan dan dukungan bagi ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik. Kita juga akan menyoroti pentingnya peran komunitas internasional dalam menghentikan perang dan konflik, menegakkan hukum internasional, dan mendukung hak-hak dan kesejahteraan ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik.

Kondisi kesehatan ibu hamil dan melahirkan di Gaza dan Afghanistan

Gaza adalah wilayah yang dikuasai oleh Israel sejak tahun 1967, dan menjadi sasaran serangan militer Israel secara berkala. Gaza juga mengalami blokade ekonomi, politik, dan kemanusiaan oleh Israel, yang membatasi akses warga Gaza terhadap barang, bahan bakar, listrik, air bersih, makanan, obat-obatan, dan bantuan kemanusiaan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada sekitar 250.000 wanita hamil di Gaza, yang membutuhkan layanan kesehatan reproduksi, tetapi banyak yang tidak dapat mengaksesnya karena kerusakan infrastruktur, kekurangan listrik, dan blokade Israel. Banyak wanita hamil yang mengalami komplikasi, infeksi, anemia, dan gizi buruk, yang berdampak pada kesehatan mereka dan bayi mereka. Banyak wanita hamil yang melahirkan di rumah, di jalan, atau di tempat-tempat yang tidak steril, tanpa bantuan medis yang profesional dan berkualitas. Banyak wanita hamil yang mengalami stres, kecemasan, depresi, dan trauma akibat kekerasan dan ketidakpastian yang mereka alami. Menurut data WHO, ada sekitar 5.000 kematian ibu dan 10.000 kematian bayi di Gaza akibat perang dan blokade Israel.

Afghanistan adalah negara yang mengalami perang saudara, invasi asing, dan terorisme sejak tahun 1979, yang menyebabkan kematian, luka-luka, pengungsian, dan kemiskinan bagi rakyatnya. Afghanistan juga mengalami krisis kesehatan, pendidikan, dan sosial, yang mempengaruhi hak-hak dan kesejahteraan perempuan dan anak-anak. Menurut Dana Anak-Anak PBB (UNICEF), ada sekitar 1.500.000 wanita hamil di Afghanistan, yang membutuhkan layanan kesehatan reproduksi, tetapi banyak yang tidak dapat mengaksesnya karena kurangnya fasilitas kesehatan, obat-obatan, vaksinasi, dan tenaga kesehatan.

Banyak wanita hamil yang mengalami komplikasi, infeksi, perdarahan, dan eklampsia, yang berdampak pada kesehatan mereka dan bayi mereka. Ada yang melahirkan di rumah, di jalan, atau di tempat-tempat yang tidak steril, tanpa bantuan medis yang profesional dan berkualitas. Tidak sedikit mereka yang mengalami stres, kecemasan, depresi, dan trauma akibat kekerasan dan ketidakpastian yang mereka alami.

Menurut data UNICEF, ada sekitar 15.000 kematian ibu dan 30.000 kematian bayi di Afghanistan akibat perang dan krisis kesehatan. Upaya organisasi kemanusiaan untuk membantu ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik. Beberapa organisasi kemanusiaan, seperti Bulan Sabit Merah Palestina, Middle East Children’s Alliance (MECA), Dana Penduduk PBB (UNFPA), UNICEF, dan lain-lain, telah berusaha memberikan bantuan dan dukungan bagi ibu hamil dan melahirkan di zona perang dan konflik

Bantuan organisasi internasional

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline