Lihat ke Halaman Asli

Mengubah Diri, Mengubah Dunia

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ketika aku muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi ingin mengubah Dunia. Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah. Maka cita-cita itupun agak kupersempit, lalu kuputuskan untuk hanya mengubah Negeriku. Namun tampaknya hasrat itupun tiada hasilnya. Ketika usiaku semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa, kuputuskan untuk mengubah Keluargaku - orang-orang yang paling dekat denganku. Tapi celakanya merekapun tidak mau diubah! Dan kini sementara aku berbaring saat ajal menjelang, tiba-tiba kusadari: "Andaikan yang pertama kuubah adalah Diriku, maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan, mungkin aku bisa mengubah Keluargaku. Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi akupun mampu memperbaiki Negeriku; kemudian siapa tahu, akupun bisa mengubah Dunia." Tulisan yang mengharukan tersebut dipahat di atas sebuah makam Westminster Abbey, Inggris dengan catatan tahun 1100 Masehi.

Jauh di dasar hati hampir semua manusia memiliki keinginan dan keyakinan yang begitu kuat untuk mengubah dunia. Entah saat kanak-kanak - ketika guru bertanya tentang cita-cita, saat remaja, dewasa, bahkan setelah memasuki usia senja. Namun pada akhirnya waktu jugalah yang menguji tekad dan keyakinan manusia. Waktu berdetak dan tak berhenti hanya untuk menunggu kita, dan tak terasa usia terus bertambah, sehingga bahkan sebagian dari kita mulai berpikir tidak akan lama lagi berada di dunia ini. Lalu apa yang terjadi dengan keinginan kita untuk mengubah dunia? Kemana perginya keyakinan? Sudahkah ia ikut larut dalam cangkir kopi terakhir? Ataukah ikut hilang bersama asap rokok kretek di beranda rumah?

Ketika kita menelusuri kembali perjalanan hidup, ternyata tidak banyak yang kita ubah seperti tulisan pada makam di atas. Bahkan bisa jadi kita nyaris tidak bisa mengubah diri kita sendiri.

Kesalahan yang sering terjadi pada saat seseorang berusaha melakukan perubahan adalah ia justru sibuk mengubah apa yang ada di lingkaran pengamatan tanpa memperbesar lingkaran pengaruhnya. Bahkan yang lebih mendasar lagi, banyak orang yang bahkan tidak bisa membedakan mana yang berada di lingkaran pengamatan, mana yang berada di lingkaran perhatian dan mana yang berada di lingkaran pengaruh baginya. Terkadang, memang tidak mudah untuk menyadari keberadaan ketiga lingkaran tersebut apalagi membedakannya. Untuk bisa menggunakan ketiga lingkaran tersebut dengan tepat, dibutuhkan kebesaran jiwa, keberanian, kebijaksanaan dan akal. Manusia tidak lebih dari hewan yang diberi akal, maka alangkah celakanya jika kita tidak bisa menggunakan akal pikiran. Dalam satu masa, mungkin kita tidak mampu mengubah sesuatu, namun juga tidak sanggup menerima kenyataan tersebut. Pada masa lain, kita sebenarnya (mungkin) bisa melakukan perubahan, tapi tidak cukup keberanian untuk memulainya! Yang lebih penting, kita seringkali kehilangan pijakan saat harus membedakan mana yang bisa kita ubah dan mana yang belum saatnya kita ubah.

Dimasa mendatang - saat ajal datang, tidaklah bijak menyesali yang tidak pernah kita coba lakukan hanya karena kita tidak cukup keyakinan untuk memulainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline