Nama : Aulia Rahma Putri Wijaya
NIM : 43222010034
Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik
Dosen : Prof. Dr. Apollo, Ak., M., Si.
- Apa hubungan antara Hedonistic Calculus dan fenomena kejahatan korupsi di Indonesia?
Hedonistic Calculus adalah suatu konsep yang diperkenalkan oleh filsuf Utilitarianisme, Jeremy Bentham. Konsep ini mengajukan bahwa kebahagiaan atau kesenangan harus diukur dan dinilai sebagai dasar bagi pengambilan keputusan moral. Hedonistic Calculus menilai kebahagiaan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti intensitas kesenangan atau penderitaan, durasi pengalaman, kepastian bahwa kesenangan atau penderitaan itu akan terjadi, kemungkinan pengalaman yang serupa di masa depan, kesesuaian dengan nilai-nilai sosial, dan kemampuan untuk mengontrol pengalaman tersebut.
Penerapan Hedonistic Calculus dalam konteks fenomena kejahatan korupsi di Indonesia dapat memberikan wawasan yang menarik. Korupsi, sebagai tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi untuk memperoleh keuntungan pribadi, sering kali terkait dengan pencarian kebahagiaan individu atau kelompok tertentu. Para pelaku korupsi mungkin merasa bahwa tindakan korupsi yang mereka lakukan akan memberikan kesenangan atau keuntungan yang lebih besar daripada risiko atau penderitaan yang mungkin dihadapi jika tertangkap.
Pertama-tama, Hedonistic Calculus mempertimbangkan intensitas kesenangan atau penderitaan. Dalam konteks korupsi, pelaku mungkin mengukur kebahagiaan dengan seberapa besar keuntungan yang dapat mereka peroleh melalui tindakan korupsi tersebut. Jika pelaku percaya bahwa keuntungan yang mereka dapatkan jauh melebihi potensi risiko atau sanksi yang mungkin mereka terima, maka kemungkinan besar mereka akan cenderung melakukan tindakan korupsi.
Selanjutnya, durasi pengalaman juga menjadi faktor penting dalam Hedonistic Calculus. Para pelaku korupsi mungkin merencanakan tindakan korupsi mereka dengan harapan bahwa keuntungan yang mereka peroleh akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Ini dapat menciptakan persepsi bahwa tindakan korupsi tersebut memberikan kebahagiaan yang berkelanjutan, meskipun mungkin pada akhirnya berujung pada penderitaan atau konsekuensi negatif.
Keberlanjutan pengalaman ini juga terkait dengan pertimbangan kemungkinan pengalaman serupa di masa depan. Jika pelaku korupsi percaya bahwa mereka dapat terus melakukan tindakan korupsi tanpa risiko yang signifikan, maka mereka mungkin lebih cenderung untuk melanjutkan perilaku tersebut. Faktor ini menunjukkan bahwa pandangan jangka panjang terhadap kebahagiaan atau keuntungan dapat memengaruhi keputusan pelaku korupsi.
Selain itu, Hedonistic Calculus menyoroti pentingnya pertimbangan terhadap kepastian bahwa kesenangan atau penderitaan akan terjadi. Dalam konteks korupsi, para pelaku mungkin berusaha meminimalkan risiko atau meningkatkan kepastian bahwa mereka tidak akan ditangkap atau dihukum. Tindakan ini dapat mencakup pembayaran suap kepada pihak yang berwenang, manipulasi informasi, atau penggunaan kekuasaan untuk menghindari pengawasan.