Lihat ke Halaman Asli

Aulia Anggraini

IR STUDENT

Karakteristik Diplomasi Islam

Diperbarui: 28 Oktober 2019   00:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pandangan Ajaran Islam Terhadap Konflik dan Diplomasi

Sejarah dunia banyak diwarnai dengan peperangan dan konflik perebutan wilayah, begitu pula dengan sejarah islam yang diwarnai dengan dengan perang. Pandangan islam tentang perang tentu sangat berbeda dengan pandangan kaum realisme, karena sebagaimana yang telah tertera dalam Al-Qur'an dan hadist yang menjadi landasan kaum muslim, dalam islam perang hanya diperbolehkan jika dalam situasi yang sangat terpaksa, atau adanya segala bentuk kegiatan yang menghambat perkembangan islam, baik dalam bentuk teror, intimidasi, dan untuk bertahan serta membela diri. Ali Wahbah berpandapat bahwa orang-orang kehendaki untuk diperangi dalam islam terbagi menjadi tiga golongan yaitu, yang pertama adalah orang-orang musyrik yang memerangai kaum muslim terlebih dahulu, yang kedua pihak yang membatalkan perjanjian secara sepihak, dan yang terakhir musuh-musuh yang melakukan persekutuan untuk menghancurkan umat islam.

Berbicara tentang hubungan diplomatik, ajaran islam sangat menjunjung tinggi kerjasama untuk mencapai suatu perdamaian, karena islam turun sebagai rahmatan lil alamin. Sistem perang dalam islam adalah tindakan untuk bertahan yang lebih dikenal dengan tindakan defensif bukan ofensif, diplomasi yang dilakukan semasa Rasulullah semata mata hanya untuk mecapai perdamian secara inplisit mengandung unsur dakwah dalam pelaksanaannya.

Sikap non-agresi dalam prinsip islam adalah wujud dari tindakan umat muslim untuk menahan diri dalam menggunakan kekuatan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Misi dari diplomasi islam adalah abditrasi, yaitu satu bentuk pengendalian konflik-konflik yang dilakukan dengan cara mempertemukan kedua belah pihak yang berkonflik dan adanya pihak ketiga sebagai penengah antara pihak pertama dan pihak kedua, adapun peran pihak ketiga sebagai sebagai wasit atau hakim yang independen dan tidak memihak pada siapapun yang berkonflik. Hubungan internasional dalam islam pada hakekatnya bertumpu pada perdamaian abadi, meskipun dalam pratek terjadi penggungaan kekuatan dalam skala tertentu, bagi umat muslim pengguanan kekuata dalam hubungan internasional hanyalah sebagai alat untuk mempertahankan diri dari serangan musuh dan menyempurnakan dakwah islam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline