Lihat ke Halaman Asli

My Name is Khan: Cerita Sebuah Scene Pinggiran

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam ini saya menonton My Name is Khan, berdua dengan Eka Nugraha (Eka laki-laki, dan saya pria normal, ha ha ha ha ha). Tibalah pada satu scene lucu tapi mungkin bagi setiap orang dianggap sebagai scene pinggiran nan pelengkap.

Sejurus scene itu berlalu, saya bilang sama si Eka, "Eka aku tahu inspiras dan motivasi dari scene itu"

Eka bingung, "Hah apa, yang tadi?"

Saya jawab, "iya, ada sesuatu di balik itu..."

Eka masih bingung, "Heh, apa... hmmm.."

Karena takut ini bakal menjadi diskusi panjang dan menggangu penonton dan juga diri saya pribadi sedang menikmati film itu, lalu saya hanya mengatakan, "Setelah film ini saja...."

Apakah scene itu?

Maaf bukan saru. Tapi ceritanya begini. Si Khan, baru pulang ke rumah. Istrinya, Mandira, sedang memasak di dapur. Karena pengantin baru, si Khan ini dengan enteng bilang dengan gaya "autis"nya kepada Mandira bahwa ia ingin berhubungan seksual. Sontak, penonton tertawa, saya tersenyum. Adegan tersebut tentu saja tidak berlanjut ke hal yang lebih vulgar, hanya diakhiri dengan tawa girang dari Mandira dengan meninggalkan masakannya menyusul suaminya ke kamar.

Saya jadi teringat sebuah Hadis (maaf saya tidak tahu kedudukannya, apakah daif, hasan, shahih). Kejadian itu persis yang diceritakan sebuah hadis yang pernah saya dengar. Ya, saya ingat benar saya pernah dengar hadis itu. Karena saya bukan penghafal, saya coba cari di Google, eh bener ada dan ketemu, begini bunyinya:

"Jika seseorang mengajak isterinya berhubungan intim, maka si isteri harus memenuhinya sekalipun sedang berada di dapur..."
[idzâ da'â ar-rajulu imra'tahû li hâjatihi, falta'tihî walaw kânat 'alâ at-tannûr.... ].
(lihat Sunan at-Turmudzi, III/465, no. hadis: 4697)

Nah, memang seolah sebuah hadis yang tidak egaliter, diskriminatif terhadap perempuan, dsb. Tapi, seperti yang awal saya ingin katakan, dalam film itu menunjukan bagaimana seharusnya hadis tersebut diamalkan. Di mana baik dari suami dan istri sama-sama senang dan gembira. Ada cinta dan bukan paksaan membabi buta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline