Lihat ke Halaman Asli

Aulia Salsabila Cholil

SMKN 37 Jakarta

Trauma

Diperbarui: 18 November 2020   07:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Aku duduk termenung di bawah pohon rindang di dekat danau. Punggungku bersandarkan batang kayu besar yang kokoh. Hari mulai senja, matahari perlahan tidak terlihat lagi. Langit cerah warna jingga kekuningan terlihat sangat indah. 

Hari ini cukup melelahkan. Aku memejamkan mata menikmati angin musim gugur yang berembus, membuat perasaanku damai. Pikiranku perlahan-lahan menjadi jernih, beban-bebanku pun sedikit berkurang. Hingga aku tak kuasa menahan kantuk. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke rumah.

"Aku pulang."

"Feli, selamat datang kembali." Ibu tersenyum menyambutku.

"Segera mandi, setelah itu makan malam." Aku hanya mengangguk.

"Apakah kamu akan mengunjungi Kyo lagi besok?"

"Iya." Aku menjawab singkat lalu pergi menjuju kamar.

Aku memandangi langit malam berbintang dari jendela kamar. Aku sangat suka memandangi langit, setiap memulai hari aku selalu mendongakkan kepala untuk melihat langit. Terlebih lagi langit biru cerah. Bagiku memandang langit membuat aku lebih tenang.

Namaku, Lily Felicity. Biasa dipanggil Feli. Aku adalah anak blasteran Indonesia -- Australia. Ayahku berasal dari Australia, sedangkan Ibuku dari Indonesia. Aku tidak suka bersosialisasi. Bisa dibilang trauma. Tetapi aku mempunyai satu teman. Naruse Kyo. Saat ini dia sedang koma di rumah sakit.

Cerita itu dimulai 2 bulan yang lalu, saat aku berusia 19 tahun. Daun - daun mapel yang berguguran membuat suasana musim gugur sangat terasa. Benar, saat itu adalah musim gugur di Australia. Aku sedang duduk di bangku di bawah pohon berwarna oranye kekuningan yang sedang berguguran itu. Sangat tenang dan nyaman. Aku mengambil novel dari dalam tas dan mulai membacanya. Banyak orang yang berlalu lalang. Tapi aku tidak peduli. 

Tiba -- tiba ada seorang laki -- laki yang duduk disampingku. Aku rasa dia adalah turis, karena wajahnya tidak seperti orang yang berasal dari sini. "Sepertinya dia berasal dari Asia"  batinku dalam hati. Aku ingin menyapa dia. Tapi seperti yang kalian tahu. Aku sangat pemalu. Akhirnya aku memberanikan diri. Aku tersentak saat aku ingin menyapa dia, dia terlebih dahulu berbicara dengaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline