Lihat ke Halaman Asli

Tidak cukup hanya di Kompasiana

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayahku adalah seorang Kompasianer yang aktif di malam hari. Walaupun sebenarnya pada siang hari bisa saja berinternet ria di kantornya. Tapi, itulah ayahku. Berbicara masalah berinternet ria, dia sangat disiplin. Karena ayahku tidak mau memanfaatkan kesempatannya berinternet pada saat bekerja di kantor. Walaupun fasilitas perangkat internet tersedia secara gratis bahkan dengan kapasitas internet bandwitdh yang besar yang ada di kantornya.
.
Para “Kompasianer Kalong” begitu istilahnya sekilas samar-samar yang aku dengar dari perbincangan ayah dan teman-temannya pada kesempatan ngompasiana dalam pembicaraannya melalui telepon dan lewat SMS. Akhir-akhir ini atau entah sejak kapan bermula hal yang seperti itu, ayahku sering-sering merima telepon dan SMS dari para sahabatnya yang ada dari dunia maya. Terutama mereka yang ada di Kompasiana yang sudah sempat temu darat. Banyak penulis dan insan juranlis ternama yang sering mampir kerumah kami hanya sekedar berbincang ria dengan ayahku. Mungkin itulah sebabnya akupun juga tertarik menjadi Kompasianer di Kompasiana ini.
.
Kisah ini kutuangkan karena tadi malam ketika aku sedang belajar, tiba-tiba HP ayahku berdering ketika ayah sedang mengawasi aku dalam mengerjakan PR sekolah, seketika itu ayahku mengangkat teleponnya yang berdering. Tidak berapa lama kemudian terdengar olehku obrolan mereka yang kurang jelas di telinga, hanya cekakak-cekikikan yang selalu aku dengar, mungkin saking asyiknya mereka berbicara dalam perbincangan yang akrab. Lama sekali pembicaraannya. Akupun merasa tidak berhak untuk bertanya kepada ayah. Namun setelah ayah selesai bertelepon ria, ayah sempat menyampaikan salam dari seorang sahabatnya yang berasal dari Kalimantan seraya menyebutkan "dapat titipan salam dari pamanmu Saiful YS", kenalan ayahku seorang Kompasianer lewat Kompasiana ini yang berasal dari Kalimantan. Kalau aku tidak salah dengar, asal daerah paman Saiful YS yang dari daerah Tenggarong, begitulah. Sementara kemaren siang, juga ada yang menghubunginya dari Jambi. Bahkan beberapa jam kemudian ada telepon yang katanya sahabat yang berasal dari negeri Belanda.
.
Ayahku selalu mengajakku bepergian apabila ada kesempatan kegiatan seminar yang ayahku ikuti kemana-mana. Tapi karena aku masih sekolah dan berbenturan waktunya dengan jam-jam pelajaran di sekolah, makanya aku sering–sering tidak bisa mengikuti ajakannya. Ayahku paling senang apabila aku ikut dia dalam hal-hal yang seperti itu.
.
Sementara, apabila aku berinternet ria di rumah, aku selalu dibebaskan. Dalam kesempatan itu, aku juga tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ayah berikan kepadaku. Ayahku selalu memberikan kepercayaan penuh kepadaku, karena memang aku tidak ada niat untuk menyalahgunakan kesempatan dan kepercayaannya yang telah ayah berikan seluas-luasnya kepadaku. Bahkan aku merasa bersyukur mempunyai seorang ayah yang seperti ayahku ini. Ayahku tidak seperti kebanyakan ayah-ayah dari teman-temanku, yang menurut pembicaraan teman-teman sekolah yang satu kelas denganku di kelas IX SMP, kesempatan berinternet ria tidak seperti kesempatan apa yang aku dapatkan. Makanya tidak heran teman-teman sekolah sering belajar bersama ke rumahku dengan diselingi berinternet ria.
.
Tapi itu semua tergantung dari para anak-anaknya, kok. Kebetulan ayahku adalah seorang ayah yang bisa mengontrol anaknya setiap saat apabila aku berinternet ria. Karena aku berinternet atas izin dari ayahku dan ayahku bisa memberikan contoh sebagai panutan kepadaku.
.
Begitulah kegiatan keseharian berinternet ria (malam hari) ayahku di rumah apabila sudah pulang dari bekerja. Namun walaupun begitu, ayahku adalah orang yang berdisiplin tinggi, tidak lupa mengerjakan kewajibannya sebagai ayah yang menjadi panutan bagi diriku. Bertanggungjawab dalam mendidik anaknya, anak satu-satunya ialah aku. Dan Ayahku sangat menyayangi aku dan juga menyangi ibuku.
.
Terimakasih Tuhan, karena Engkau telah memberikan aku seorang ayah yang bertanggungjawab, yang menyayangi anak dan istrinya. Aku bersyukur dengan apa yang sudah Aku dapatkan,
walaupun saat ini kehidupan kami masih serba hidup sederhana, namun aku dan ayah selalu bersyukur dengan apa yang ayah dapat dari hasil keringatnya. Bersyukur adalah kewajiban kami sekeluarga dan aku sebagai anak yang berbakti kepada kedua orang tua.
.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline