Lihat ke Halaman Asli

Masih Pantaskah Para "Oknum" Itu Disebut "Wakil"

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wakalah termasuk salah satu akad atau perjanjian yang dibolehkan dalam agama Islam. Wakalah adalah suatu akad atau perjanjian pemberian mandat atau kuasa pada orang lain untuk melakukan sesuatu yang boleh diwakilkan. Rasulullah sebagai pembawa agama Islam dicatat sejarah pernah melakukan akad wakalah ini. Pada waktu itu Rasulullah mewakilkan kepada Amr bin Umayah untuk menikahi Ummu Habibah. Hal ini menunjukkan bahwa akad wakalah atau pemberian kuasa diperbolehkan, karena memang pada dasarnya manusia belum tentu dapat melakukan pekerjaannya secara sendiri.

Banyak kitab salaf yang membahas tentang masalah penyerahan kuasa tersebut. Menurut ulama Malikiyyah dan Hanafiyyah, penyerahan kuasa dapat dilakukan secara umum. Maksudnya, membolehkan penyerahan kuasa pada wakil untuk menggunakan harta milik orang yang mewakilkan dalam hal yang boleh digantikan. Sehingga jika ada sesuatu yang dianggap lebih baik daripada hal yang telah ditentukan, maka wakil dapat memilih yang lebih baik.

Wakil adalah orang yang diberikan mandat atau kuasa untuk melakukan suatu hal sebagai pengganti dari orang yang mewakilkan. Seorang wakil haruslah orang yang cakap dan paham terhadap apa yang diwakilkan padanya serta mempunyai sifat amanah. Seorang wakil pula seharusnya bersikap yang terbaik untuk yang diwakilinya. Diantara wakil yang ada di Indonesia adalah para anggota DPR.

Dewan Perwakilan Rakyat atau yang biasa disingkat DPR adalah salah satu lembaga tinggi di sistem pemerintahan Indonesia. Indonesia yang menggunakan sistem pemerintahan dengan demokrasi tidak langsung dalam bentuk pemerintahan presidensil, maka diangkatlah para anggota DPR untuk dijadikan wakil rakyat dalam pemerintahan.

Salah satu syarat wakil adalah amanah. DPR yang dipilih oleh rakyat dengan cara pemilihan langsung haruslah orang yang amanah. Dan DPR yang sekarang telah terpilih pun dengan demikian orang-orang yang telah dianggap amanah. Namun dalam kenyataannya apakah mereka para anggota dewan adalah orang yang amanah semua? Ternyata tidak. Banyak para anggota yang terjerat kasus korupsi. Yang terbaru adalah kasus korupsi dalam proyek pengadaan Al-Qur’an. Marzukie Alie, ketua DPR, dalam acara “Merah Putih” yang disiarkan TVRI mengakui korupsi menjadi penyakit di DPR.

DPR yang notabennya sebagai wakil memang sudah seharusnya menyalurkan dan menyambung lidah rakyat pada pemerintah. DPR yang ada sekarang ini jika dibandingkan dengan DPR pada masa orde baru, bisa dikatakan lebih baik. DPR pada masa orde baru lebih dipandang seperti tukang stempel dari kebijakan pemerintah. Hal ini dikarenakan DPR pada masa itu dikuasai oleh partai yang sepenuhnya mendukung penguasa orde baru. Namun apalah artinya lebih baik jika pembandingnya memang sudah buruk. Dan penyebab penilaian yang kurang baik terhadap DPR adalah lebih condong disebabkan kasus korupsi yang sudah menggrogoti beberapa anggota dewan.

Inti dari permasalahan yang terjadi di DPR adalah para oknum itu tidak sadar. Tidak sadar bahwa dia adalah para “wakil” yang seharusnya menuruti perintah yang mewakilkannya, yaitu rakyat. Mereka seharusnya, lebih dapat menghargai rakyat yang telah mempercayakan urusan negara ini kepada para anggota dewan. Selanjutnya, ketika mereka, para oknum di DPR, berlaku seenaknya, masih pantaskah mereka disebut sebagai “Wakil”.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline