Lihat ke Halaman Asli

Aufar Alfarisi

Document Controller | College Student

Klausula Baku yang Kerap Digunakan Pelaku Usaha, Apakah Dibolehkan Undang-undang?

Diperbarui: 23 April 2020   16:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam suatu perjanjian baik online maupun perjanjian konvensional, kita kerap menemukan tulisan-tulisan seperti Berikut, "Harap kunci kendaraan anda, kehilangan bukan merupakan tanggung jawab pengelola" atau dalam jual beli barang, kita sering menemukan tulisan seperti "Barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan lagi" maupun jual beli jasa seperti "Tiket yang sudah dibeli tidak dapat direfund"

Klausula baku diatas kerap ditemukan oleh konsumen dan kerap dilakukan oleh pelaku usaha dalam transaksi jual beli barang maupun jasa. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan Klausula Baku?

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pada pasal 1 ayat 10 menyatakan bahwa, "Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen".

Sebelum melanjutkan apakah tindakan pencantuman klausula baku diperbolehkan oleh undang-undang, kita bahas secara singkat tentang pengertian perjanjian. Menurut pasal 1313 KUHPerdata, "Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih".

Tindakan pencantuman klausula baku oleh pelaku usaha telah dilarang jika dalam perjanjiannya terdapat poin-poin yang merugikan konsumen. Dalam pasal 18 ayat 1 UU nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa,  "Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditunjuk untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila :

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek juak beli jasa;
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan bar, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran".

Jika pelaku usaha mencantumkan klausula baku yang mengandung poin-poin diatas maka perjanjian dapat dinyatakan batal demi hukum, hal ini diatur pada UU nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 18 ayat 3 yang menyatakan, "Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

Maka, dalam hipotesa diparagraf pertama pelanggaran yang terjadi merupakan pelanggaran UU no 8 tahun 1999 pasal 18 ayat 1. "Harap kunci kendaraan anda, kehilangan bukan merupakan tanggung jawab pengelola", dalam hal ini, pelaku usaha melanggar UU nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada pasal 18 ayat 1 huruf a yang menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.

"Barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan lagi", dalam hal ini, pelaku usaha melanggar UU nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada pasal 18 ayat 1 huruf b yang menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen. "Tiket yang sudah dibeli tidak dapat direfund", dalam hal ini, pelaku usaha melangggar UU nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada pasal 18 ayat 1 huruf c yang menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen.

Alasan mengapa pelaku usaha melanggar UU nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 18 adalah karena sebagai pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang terdapat poin-poin seperti di pasal 18 ayat 1. Sebagai konsumen, jika menemukan pelaku usaha mencantumkan suatu klausula baku yang terdapat poin-poin seperti pada pasal 18, maka konsumen dapat melakukan penuntutan pidana terhadap pelaku usaha dengan hukuman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Sanksi Pidana pelanggaran pencantuman klausula baku sudah diatur dalam UU nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 62 ayat 1 yang menyatakan "Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf 3, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline