Lihat ke Halaman Asli

Aufa Nur Zahrona

IPB University

Melihat Potensi Pengrajin Eceng Gondok dari Desa Kutamanah yang Tembus Pasar Eropa

Diperbarui: 9 Juli 2023   22:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tanaman eceng gondok dapat menjadi tanaman yang berbahaya jika terdapat dalam jumlah yang banyak karena dapat menutupi perairan dan menyebabkan kadar oksigen menurun. Penurunan kadar oksigen akan berdampak pada penurunan produktivitas budidaya ikan. Oleh sebab itu, diperlukan cara untuk mengurangi eceng gondok, salah satunya dengan diolah menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis. Selain bermanfaat untuk mengurangi eceng gondok, cara tersebut ternyata lebih menguntungkan.

Hal tersebut juga ternyata yang melatarbelakangi Pengrajin Eceng Gondok Saluyu yang dijalankan oleh Bapak Ujang dan istrinya, Ibu Maryati, warga Desa Kutamanah, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta untuk membuat kerajinan berbahan baku eceng gondok.

"Waktu melewati waduk, saya berpikir apakah eceng gondok bisa diubah jadi sesuatu yang punya nilai jual, akhirnya cari di Youtube tau kalo misalnya eceng gondok bisa dibuat jadi kerajinan." ucap Bapak Ujang saat Kelompok KKN-T IPB Desa Kutamanah berkunjung ke kediamannya. 

Berdasarkan penuturan Ibu Maryati, Bapak Ujang sudah mengetahui cara pembuatan kerajinan eceng gondok secara otodidak dari video Youtube. Namun, selanjutnya dilakukan pelatihan  dan pendampingan dari Bening Saguling Foundation.

Setelah dilakukan pelatihan dan belajar secara otodidak, Bapak Ujang yang awalnya hanya dapat membuat kotak tisu, dapat mengembangkan produknya menjadi tas, keranjang, dan topi. Bapak Ujang dan Ibu Maryati sudah menjadi pengrajin eceng gondok sejak tahun 2022 dibantu dengan dua orang warga yang merupakan Ketua RT 2 beserta istrinya. Selama satu tahun terakhir, setiap bulannya mereka menghasilkan kerajinan hingga 50 sampai 70 produk dengan omset perbulan mencapai 10 juta rupiah. 

Bahan baku kerajinan diambil dari Waduk Jatiluhur dengan harga 12 ribu rupiah per kilogram. Kemudian eceng gondok dikeringkan selama dua minggu saat musim kemarau dan satu bulan disaat musim hujan.

Setelah eceng gondok kering, kemudian dianyam dengan pola yang diinginkan untuk menghasilkan produk. Harga produk cukup beragam mulai dari 70 ribu hingga 200 ribu rupiah. Dengan ketekunan dan kerapihan kerajinan hasil Pengrajin Eceng Gondok Saluyu, mereka berhasil mengekspor produk mereka ke Pasar Eropa seperti Finlandia, Belanda, dan Prancis. 

Namun, terdapat kendala dalam segi tenaga kerja. Pengrajin Eceng Gondok Saluyu tidak dapat memenuhi semua permintaan yang masuk karena hanya dikerjakan berempat. Minimnya minat masyarakat di Desa Kutamanah terhadap pembuatan kerajinan eceng gondok masih terbilang minim.

"Tidak ada sama sekali yang mau untuk belajar kecuali Pak RT dan Istrinya, mungkin karena sistemnya memang harus dikumpulin dulu (produknya) sampai banyak, baru kerasa uangnya." ujar Ibu Maryati.

Bapak Ujang dan Ibu Maryati berharap agar masyarakat sekitar dapat tertarik untuk mempelajari cara pembuatan kerajinan eceng gondok karena diperlukan tenaga kerja yang cukup untuk memenuhi dan memperluas jangkauan pasar. 

Kelompok KKN-T Desa Kutamanah, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta
Anggota Tim: Aufa N, Amelia R, Ezar H, Galih T, Gustri H, Indah P, M. Faruqi, M. Nabiil, R. Bagus, Shafa A.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline