Lihat ke Halaman Asli

Aufa Atiqa Lubis

Mahasiswi Ilmu Komunikasi (Jurnalistik) di Universitas Nasional

Di Balik Manusia Silver Sebagai Penghibur Jalanan

Diperbarui: 24 Agustus 2022   13:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mendapat pekerjaan dengan mudah, mungkin merupakan impian semua makhluk di dunia ini. Segala cara sudah dilakukan, banyak yang dikeluarkan dari proses hidup ini dari tenaga, keringat, mental dan pastinya dana yang tidak seberapa. Tapi tidak ada satu panggilan pun yang memangil, membuat banyak orang pasrah menunggu. Namun apakah berdiam diri saja akan membawa hasil? Atau malah membawa keterpurukan lain yang mendatangi kita? Maka tidak ada hal lain yang dilakukan beberapa orang, walau itu memalukan sekalipun harus kita jalani. Demi melangkahkan kaki di kehidupan dunia yang fana dan sementara ini. 

Manusia silver, pasti beberapa orang sudah tidak asing mendengar namanya bukan? Ya yang setiap hari bisa saja kita lihat di pinggir jalanan dengan seluruh tubuhnya berwarna perak atau silver. Di berbagai media diungkapkan bahwa di kota-kota besar keberadaan manusia silver kian marak. Menjadi manusia silver kini menjadi salah satu cara mengamen yang populer di jalanan kota. Kesulitan ekonomi keluarga menjadi alasan utama manusia silver turun ke jalanan. Tidak bisa dipungkiri bahwa pandemi COVID--19 telah menambah jumlah orang miskin di Indonesia. Itulah sebabnya, pilihan turun ke jalan sebagai manusia silver ataupun badut jalanan akhirnya harus dijalani. 

Ketika lampu merah lalu lintas menyala mereka berbondong-bondong berjalan ketengah jalan untuk bernyanyi dengan membawa kotak, berharap setidaknya ada kelembutan hati manusia pada saat itu. Malu? sudah menjadi makanan sehari-hari, hal ini dikatakan langsung oleh salah satu manusia silver sebut saja namanya Panny. Panny mengatakan bahwa saat pertama kali dia merubah wujudnya menjadi manusia silver ia merasakan malu, karena kerap bertemu rekan-rekannya entah itu teman, mantan intinya yang ia kenal dalam kehidupannya. Namun ia menekankan bahwa ini adalah jalan yang ia pilih, untuk mencari uang demi tanggungannya yaitu menghidupi anak dan istrinya. Walau dalam kesehariannya ia hanya mendaptkan 30 ribu dalam sehari itu sudah disyukuri, paling banyak dia dapat membawa 100 ribu perharinya. Panny juga mengatakan bahwa jam kerjanya juga tidak ada batasan, ia dapat bekerja semaunya. Apabila dia rasa uang hari itu belumlah cukup untuk dibawa pulang, maka ia akan melanjutkan sampai dia rasa cukup 

Manusia silver yang kerap kita jumpai di antaranya anak-anak, remaja, dan usia dewasa. Mereka hampir mewarnai seluruh badannya dengan bubuk silver. Baik dari kaki, badan, tangan, wajah bahkan sampai rambut, terlebih lagi mereka biasanya tidak beralaskan sandal. Panny juga memberikan gambaran kesehariannya ketika harus mengcat seluruh tubuhnya yang berwarna silver itu ternyata merupakan campuran serbuk sablon baju dengan minyak tanah sehingga menciptakan wana silver yang mengkilat. Cat ini juga gampang pudar, sehingga Panny harus menebali nya berulangkali, sehingga saat dibersihkan susah sangking tebalnya. Manusia silver membersihan cat dibadannya dengan sabun cuci piring maupun detergen sembari digosok dan ditekan sampai hilang. 

Masyarakat yang menekuni profesi ini menganggap sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup. Panny berkata ia kerap bermain kucing-kucingan saat ada Razia ditengah ia bekerja, karena tidak mau ditahan di sebuah panti di daerah Cipayung. Dari sini dapat kita lihat bahwa mereka mengesampingkan berbagai macam hal berbahaya. Selain berurusan dengan satpol pp maupun dinas sosial, dampak yang diakibatkan dari bubuk silver ini juga tak kalah bahaya. Pada awalnya, mungkin terasa perih dan panas, tetapi lama kelamaan mereka menikmati profesi ini untuk mencukupi kebutuhan keluarga di rumah. Menurut para ahli kesehatan dan dinas sosial, manusia silver ini telah terlampau membahayakan. Pasalnya, pewarna yang digunakan mengandung sejumlah bahan kimia, yang dapat menyebabkan kanker kulit di kemudian harinya. Namun apadaya? Masih banyak tanggungan seperti yang Penny katakan, mau tidak mau harus dijalankan. 

Mereka menjalani hari-harinya bernyanyi gembira dibawah terik matahari maupun guyuran hujan deras demi membawa beberapa lembar uang bahkan koin untuk bertahan hidup. Namun apakah setelah mendengar ungkapan Panny tadi kita tetap berfikir bahwa mereka bahagia menjalani pekerjaan tersebut? Tentu tidak. Mereka terpaksa karena tidak ada pilihan, berdiam diri justru membawa keterpurukan karena tidak dapat menjalani hidup seperti semestinya manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline