Lihat ke Halaman Asli

ilham aufa

Wiraswasta, Penulis Lepas

(Masih) Tentang Istilah Nusantara

Diperbarui: 8 Agustus 2018   08:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benar kata istri saya, bahwa saya suka sekali kopi. Dan benar cerita yang ditulis dalam linimasanya, bahwa saya memang banyak dikirimi aneka ragam kopi dari penjuru Indonesia.

Kalaupun ada yang tak benar dalam ulasan istri saya, mana berani saya menyalahkannya. Toh, sejujurnya juga tak ada yang salah dalam tulisannya tersebut.

Dulu saya memang kurang begitu paham apa itu kopi dengan berbagai anak turunnya. Bahkan untuk kopi yang dikemas dan kemudian dihargai beberapa lembar uang kertas berwarna biru pun, saya tak dapat membedakan.

Kopi ya kopi. Warnanya hitam, rasanya pahit. Lebih sedap jika disuguhkan dalam kondisi air yang mengepulkan uap.

Tapi semenjak banyak label nama kota, yang terbungkus dalam plastik yang dibeda-bedakan, lidah mulai bisa mencicip perbedaan rasa. Semuanya nikmat, namun kenikmatannya punya definisi yang berbeda. Kelasnya setara, tapi tak bisa disatukan dalam satu cangkir yang sama. Kecuali bagi barista yang memang punya sertifikat keahlian di bidangnya.

Maka, saat ada tamu datang, pertanyaan saya sederhana, "Mau kopi apa? Toraja, Bengkulu, Lampung, Aceh, Medan, Pontianak? "

Setelah mendengar pertanyaan saya, tetamu biasa cukup tersenyum. Senyuman adalah pertanda ia menyerahkan pada pilihan tuan rumah.

Dan saya sebagai pelayan bagi para tamu-tamu itu memilihkan rasa yang kira-kira membuat mereka betah duduk berlama-lama. Mencoba menebak apa yang mereka suka.

Pada akhirnya, kopi adalah kopi. Meski ia memiliki rasa yang berbeda. Kopi tetaplah kopi, meski ia dilabeli dengan bermacam nama.  Ia sungguh nikmat terasa, apalagi jika sesuai dengan lidah asal daerah para tetamu yang beraneka warna. Kebahagiaan saya adalah saat mereka kemudian berucap, "Kopinya muantaaaab."

Maka, sungguh beruntung saya punya kopi Nusantara. Kopi dengan aneka warna dan rasa yang berbeda. Berbagai label itu sesungguhnya tak menghilangkan orisinalitas definisi kopi yang melekat di dirinya. Dan hemat saya, demikian pula metafora tentang Islam Nusantara.

Wallahu A'lam.

Pamulang, 7 Agustus 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline