Lihat ke Halaman Asli

Audya FebryannandaPutri

Mahasiswi Jurnalistik, Politeknik Negeri Jakarta

Dampak Negatif Flexing di Media Sosial Bagi Anak-anak

Diperbarui: 6 Juli 2024   20:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Flexing anak-anak : (Foto/Katerina Holmes)

Budaya populer "flexing"  di media sosial, merujuk pada perilaku atau tindakan seseorang yang menunjukkan  kekayaan, prestasi, atau kemampuan mereka secara terbuka. Aktivitas ini sering kali dilakukan untuk mendapatkan pengakuan status sosial atau citra diri dari orang lain.  Namun, bagaimana jika budaya flexing juga dilakukan oleh anak-anak.

Flexing yang biasanya dilakukan anak-anak dalam media sosial yaitu, memamerkan mainan baru dengan mempostingnya ke akun media social yang mereka miiki sendiri, flexing baju baru dan style rambut baru, bahkan ada juga yang flexing prestasi akademik maupun non akademik.

Menurut Psikolog Hanlie Mulianie Flexing dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental pada anak-anak. Jika mereka terus-menerus membandingkan diri mereka dengan orang lain, hal ini dapat menyebabkan perasaan rendah diri dan juga menimbulkan kecemasan.

Pada dasarnya, semua orang memiliki kecenderungan untuk pamer. Akan tetapi, jika dilakukan secara berlebihan menjadi tidak sehat bahkan berbahaya. Namun, jika flexing dilakukan berlebihan terutama oleh anak-anak, akan menimbulkan dampak yaitu:

  • Gangguan Identitas: Anak-anak mungkin kesulitan membedakan antara citra yang mereka bangun di media sosial dengan identitas asli mereka. Hal ini dapat menyebabkan gangguan dalam pengembangan identitas yang sehat dan membingungkan mereka tentang siapa sebenarnya mereka di luar platform digital.
  • Ketidakseimbangan dan Gangguan Tidur: Penggunaan media sosial yang berlebihan, termasuk terlibat dalam flexing, dapat mengganggu pola tidur anak-anak. Ini dapat mengakibatkan kurang tidur, kelelahan, dan kesulitan berkonsentrasi di sekolah atau dalam aktivitas sehari-hari.
  • Perasaan Inferior atau Kurang Berharga: Anak-anak yang sering terlibat dalam flexing mungkin merasa tekanan untuk selalu mempertahankan citra atau penampilan yang sempurna di media sosial. Hal ini dapat membuat mereka merasa inferior atau tidak berharga jika mereka merasa tidak bisa memenuhi standar yang mereka tetapkan.

Begitu bahayanya dampak flexing pada masa pertumbuhan anak-anak. Sehingga, membutuhkan pendekatan yang lebih baik dari orang tua untuk membantu mereka mengembangkan sosial media yang baik tanpa meninggalkan kehidupan nyata dan lebih memahami nilai-nilai dalam kehidupan.

Nah, untuk para mams jangan khawatir. Flexing bagi anak-anak bisa menjadi hal yang positive, jika postingan social medianya menganai berbagai pengetahuan dan keahlian yang sudah bisa dilakukan si kecil, Mengungkapkan ragam kreativitas si anak, serta menagajarkan si kecil untuk melakukan kegiatan sosial dan amal




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline