Di era digital yang serba cepat, informasi hadir tanpa henti, dan banyak dari kita yang sering terjebak dalam kebiasaan "doomscrolling". Istilah ini mengacu pada perilaku terus-menerus menelusuri berita atau media sosial yang penuh dengan informasi negatif, yang tanpa sadar menguras energi mental dan berdampak buruk pada kesehatan psikologis kita.
Awalnya, saya tidak terlalu menyadari bahwa doomscrolling menjadi masalah dalam hidup saya. Berawal dari rutinitas setiap pagi dan malam membuka ponsel untuk melihat berita terbaru, kebiasaan ini berubah menjadi sesuatu yang sulit dikendalikan. Saya merasa "perlu" mengetahui perkembangan terkini mengenai isu-isu penting: mulai dari politik, ekonomi, hingga berita bencana. Namun, tanpa disadari, saya justru merasa lebih cemas, mudah stres, dan sulit tidur. Ternyata, ini adalah efek dari doomscrolling yang semakin merajalela dalam kehidupan digital kita.
Salah satu momen yang paling membekas adalah ketika saya terus-menerus memantau berita tentang pandemi COVID-19. Di awal pandemi, kita semua pasti mengkhawatirkan keselamatan diri dan keluarga. Sayangnya, yang saya lakukan adalah terus menelusuri media sosial dan situs berita untuk mengetahui jumlah kasus harian, berita tentang varian baru, hingga dampak ekonomi. Ini berlanjut hingga berbulan-bulan, dan dampaknya mulai terasa pada kualitas tidur saya. Rasanya sulit untuk tidur dengan perasaan cemas yang membayangi setiap malam. Saya menyadari bahwa saya terlalu fokus pada informasi negatif, yang akhirnya membuat saya semakin sulit fokus dalam menjalani hari-hari.
Fenomena ini bukan hanya saya alami; banyak orang mengalami hal serupa. Bahkan, sebuah studi oleh American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa doomscrolling dapat meningkatkan tingkat kecemasan, stres, dan depresi. Secara biologis, otak kita bereaksi lebih kuat terhadap berita negatif karena kecenderungan alami manusia untuk waspada terhadap ancaman. Akibatnya, ketika terus-menerus terpapar berita buruk, kita mengalami "overload" informasi negatif yang memicu kecemasan berlebih.
Doomscrolling juga berdampak pada kesehatan fisik. Saya sendiri merasakan bagaimana duduk terlalu lama sambil menatap layar ponsel memicu sakit leher dan punggung. Bahkan, waktu yang seharusnya saya gunakan untuk berolahraga seringkali terpakai hanya untuk membaca berita. Tanpa sadar, doomscrolling telah menyita banyak waktu dan energi yang bisa saya manfaatkan untuk hal-hal yang lebih produktif.
Lalu, bagaimana cara mengatasi doomscrolling? Beberapa langkah yang saya coba lakukan, dan mungkin dapat membantu Anda juga, di antaranya adalah:
Batasi Waktu untuk Berita dan Media Sosial
Saya mulai membatasi waktu untuk membuka berita dan media sosial, terutama di pagi dan malam hari. Mengatur waktu khusus hanya 10-15 menit setiap sesi membantu mengurangi intensitas doomscrolling.Prioritaskan Informasi Positif atau Netral
Saya mencoba untuk lebih fokus pada informasi yang bersifat netral atau positif. Hal ini cukup membantu menjaga keseimbangan emosi dan mengurangi kecemasan.Gantikan dengan Aktivitas yang Lebih Menenangkan
Alih-alih memeriksa ponsel setiap waktu, saya memilih untuk membaca buku, berjalan-jalan, atau melakukan olahraga ringan. Aktivitas-aktivitas ini sangat membantu mengurangi ketergantungan pada berita negatif dan membuat saya merasa lebih tenang.Gunakan Aplikasi yang Membatasi Penggunaan Layar
Beberapa aplikasi, seperti aplikasi pelacak penggunaan layar, bisa membantu kita menyadari waktu yang dihabiskan untuk doomscrolling. Saya mencoba memanfaatkan fitur ini sebagai pengingat untuk tidak berlebihan.