Lihat ke Halaman Asli

Perjodohan

Diperbarui: 23 Oktober 2023   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Pixabay/ Myriams-Fotos)

Dua cangkir minuman pembuka dihidangkan di atas meja marmer. Ruangan berwarna putih dengan gaya minimalis, dua buah kursi mahal yang didatangkan dari Itali, juga lampu kristal yang menggantung indah.

Bulan purnama memantul dari kaca pembatas, bersinar cerah, menyentuh dedaunan yang menghijau di sepanjang taman, seolah mendukung pertemuanku dengan Anthony, pria tampan yang dipilih ayahku untuk menjadi suami. Perjodohan yang tidak masuk akal.

Gaun berwarna merah darah dengan belahan dada rendah sepanjang mata kaki, dilengkapi kalung berliontin batu permata berwana senada. Rambutku yang ikal tergerai panjang menutupi punggung. Aku bukanlah wanita buruk rupa. Kulitku berwarna kuning langsat, mataku teduh menyiratkan kelembutan seorang wanita. Tubuhku ramping dengan lekukan yang menawan, bibirku merah jambu dengan senyuman yang hangat.

Aku dipuja banyak pria, diinginkan banyak orang tua untuk segera dipinang. Kecerdasanku di atas normal. Aku memiliki perusahaan di banyak negara. Aku memiliki banyak uang, memiliki kekuasaan atas hidupku sendiri. Aku memiliki segalanya, segala yang diinginkan oleh wanita seusiaku di luar sana.

Namun semua itu tidak ada artinya di mata ayahku. Ia memandangku seperti gadis manja yang membutuhkan pendamping. Seorang pria yang mencintaiku dengan tulus, memperlakukanku seperti ayahku memperlakukan ibuku, dan itu semua omong kosong belaka. Sepanjang hidup yang kujalani hingga saat ini, aku tidak pernah bertemu dengan pria yang memiliki hati seputih salju. Semua pria yang mendekatiku adalah untuk sebuah kepentingan belaka. Kepentingan untuk bekerjasama menghasilkan pundi-pundi uang. Kepentingan untuk menumpang pada ketenaranku.

Entah berapa banyak pria yang diperkenalkan ayahku kepadaku. Mereka didatangkan dari segala penjuru, yang kurasa adalah anak dari teman-temannya, atau mungkin pemilik perusahaan yang kebetulan memiliki kerjasama bisnis.

Aku tidak membutuhkan semua itu. Aku tidak membutuhkan suami, aku tidak membutuhkan pria untuk mendampingiku. Aku sudah memiliki segalanya dan jika aku kesepian, aku bisa menghubungi siapapun yang kumau untuk menemaniku. Uang bisa menyelesaikan segalanya.

Anthony adalah pria kesekian yang dihadirkan oleh ayahku. Ia yang mengatur pertemuanku dengan pria yang saat ini duduk di hadapanku. Pria berkemeja putih dengan kancing yang dibiarkan terbuka di bagian atas, memperlihatkan dadanya yang berotot, berkulit bersih, dan beraroma maskulin.

Wajahnya terlihat dingin. Matanya menatapku tak berkedip, seolah hendak menantangku bertarung. Kurasa ia pun terpaksa mengundangku datang ke kediamannya. Ayahku mungkin membayar mahal atas pertemuan malam ini.

Aku membalas tatapannya. Aku bukanlah perempuan penakut. Aku memiliki senjata api yang kusimpan di dalam tas, juga sebilah pisau yang kusembunyikan di balik gaunku. Kapanpun pria itu hendak menyerangku, pada saat itulah aku akan memberinya pelajaran berharga yang tidak akan pernah ia lupakan sepanjang hidupnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline