Lihat ke Halaman Asli

Audi Sasmita

Universitas Airlangga

Animal Welfare, Sudahkah Kita Peduli?

Diperbarui: 22 Juni 2022   18:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Animal welfare atau kesejahteraan hewan adalah kesejahteraan bagi para hewan. Dalam artian, keadaan yang baik, dimana hewan tidak merasa sakit atau terancam oleh penyebab apa pun. Bila dilihat-lihat, sebenarnya animal walfare sedikit memiliki kemiripan dengan Hak Asasi Manusia, dimana kita harus menghormati dan memperhatikan hewan tersebut sebelum dimanfaatkan lebih lanjut entah tenaganya, atau hasil produksinya, atau pun dijadikan hewan coba. Selain menghormati dan menghargai, animal welfare juga diperhatikan untuk kepentingan manusia, sebab dengan tercapainya animal welfare dapat mencegah hewan-hewan stress dan terjangkit penyakit. Sehingga saat hewan dimanfaatkan, hewan berada dikondisi prima baik fisik dan psikis.

Untuk mencapai animal walfare, terdapat beberapa aspek yang harus dipenuhi yang disebut 5 of freedom, diantaranya adalah :

1. Freedom from hunger, malnutrition and thirst (Bebas dari rasa lapar, malnutrisi, dan haus)

2. Freedom from fear and distress (Bebas dari rasa takut dan stres)

3. Freedom from discomfort (Bebas dari rasa tidak nyaman)

4. Freedom from pain, injury and disease (Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit)

5. Freedom to express normal patterns of behavior (Bebas mengekspresikan perilaku alamiah)

Ketika kelima aspek ini sudah tercapai, maka sudah terbentuk animal welfare. Namun, apakah sebetulnya masyarakat negara kita sudah memenuhi kelima aspek yang ada ketika memelihara dan memanfaatkan hewan demi kepentingan manusia?

Dalam kehidupan sehari-hari kita masih bisa menemui topeng monyet dan delman. Padahal seharusnya kedua hal tersebut sudah dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nomor 302 yang mengatur tentang penyiksaan hewan dan UU No. 6 Tahun 1967. Tetapi dalam kesehariannya, kita masih sangat mudah menemui pelanggar-pelanggar dari animal welfare tersebut. Sedangkan orang yang menangkarkan hewan, terutama hewan buas sering kali dituding mengeksploitasi hewan demi konten. Sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan dari Universitas Airlangga, saya merasa prihatin terhadap pemahaman netizen mengenai animal welfare. Hewan-hewan yang hidup di penangkaran, dari awal sudah hidup di dalam kandang, apabila dilepas begitu saja secara tiba-tiba, maka hewan tersebut tidak akan bisa survive karena tidak terbiasa dan belum kembali skill berburu atau skill bertahan hidupnya. Lagipula apabila seseorang sudah berani membuka penangkaran, mereka telah memenuhi berkas serta standart yang ditentukan pemerintah dan setiap bulannya selalu ada pengecekan atau laporan yang dilaporkan secara rutinmengenai kondisi hewan-hewan yang ditangkarkan. Berbeda ceritanya dengan hewan-hewan tidak dilindungi seperti topeng monyet, dari awal pelatihannya sudah sadis dan tidak jarang kita menemui monyet-monyet tersebut dalam kondisi sangat kurus dan menggenaskan. Sedangkan kuda penarik delman, tenaganya sangat-sangat dipaksakan dan dihabiskan. Terdapat beberapa kasus juga yang mendapati kuda penarik delman ambruk karena terlalu lelah. Dari kasus-kasus tersebut kita bisa menyadari bahwa sangat kurangnya management pemeliharan yang baik sehingga hewan yang dijadikan sumber mata pencaharian manusia menjadi dalam kondisi tidak terawat dan menggenaskan. Hal tersebut hanyalah contoh dari sebagian kecil kasus yang bisa kita temui sehari-hari.

Semestinya, sebagai makhluk hidup yang sama-sama menempati bumi kita harus saling menghargai dan menghormati atas dasar kesadaran bahwa kita hidup berdampingan dan saling membutuhkan. Tanpa hewan, ekosistem dan rantai makanan pun tidak akan seimbang. Maka dari itu, karena hewan tidak memiliki akal, tugas manusia lah yang seharusnya memperhatikan dan mensejahterakan hewan-hewan, terutama yang hidup dengan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline