Lihat ke Halaman Asli

Auda Zaschkya

TERVERIFIKASI

Perempuan. Pernah jadi wartawati.

Toleransi ala Indonesia untuk Dunia yang Lebih Baik

Diperbarui: 5 September 2024   03:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompas.id

Momentum  kunjungan Paus Fransiskus ke Asia Pasifik, khususnya ke Indonesia, Selasa (3/9/2024), adalah hari bersejarah terbaru bagi Indonesia, dikarenakan, ini kali ke tiga, sang pemimpin tertinggi umat Katolik dunia tersebut, datang ke Indonesia. Yang pertama datang, yaitu Paus Paulus VI pada tahun 1970 dan yang kedua, Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989.

Isi pidatonya di Istana Negara Rabu (4/9/2024) lebih kurang, tentang toleransi di Indonesia yang membuatnya kagum, dengan adanya Bhinneka Tunggal Ika (Unity in Diversity).

Makna yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika ini disebutkannya, menunjukkan semangat kebangsaan dan keberagaman di masyarakat yang meski ada perbedaan, perbedaan itu memperkaya dan memperindah bangsa Indonesia, sehingga menciptakan mosaik yang indah di dalam kerukunan berbangsa dan bernegara.

Dia menambahkan pula, kekagumannya pada semangat persaudaraan bangsa Indonesia, meski memiliki ideologi berbeda-beda, namun tetap bersatu, tentu demi mewujudkan keinginan luhur untuk kebaikan kita, dalam membantu satu sama lain di negara ini. Ini tentu sudah kita lakukan, demi memperkokoh persatuan dan kesatuan Indonesia.

Kunjungan Sri Paus yang terkenal memiliki kerendahan hati ini, sejak dilantiknya beberapa tahun lalu, memberikan dampak positif tersendiri bagi saya, termasuk berani dalam membuka obrolan ke orang-orang yang berbeda keyakinan, juga lebih mengasihi sesama saudara dalam perbedaan, terlebih saya kembali mengingat obrolan saya dengan Almarhum Uskup Agung Medan, Mgr. Anicetus Bongsu Sinaga, OFM Cap, di tahun 2015 lalu.

Saat itu, saya adalah seorang wartawati, yang diberikan tugas untuk meliput misa malam natal tahun 2015, baik di gereja Katolik atau di gereja Kristen Protestan. Namun karena sebelumnya saya sudah pernah ke Gereja Katedral Keuskupan Agung Medan di Jalan Pemuda Nomor 1, Kota Medan ini, tapi belum pernah bertemu Bapa Uskup, jadinya saya rasa, saya harus bertemu dengan Uskup Agung Medan saat itu, Mgr. Anicetus Bongsu Sinaga, OFM Cap. Sementara untuk di salah satu gereja Kristen Protestan, Pendetanya mengatakan, saya bisa kembali setelah misa utama selesai di pukul 21.00 - 22.00 WIB.

Saya sampai di gereja tersebut, pukul 17.00 WIB. Tak lama kemudian, jemaat mulai berdatangan dan misa pertama digelar pada pukul 19.00 WIB. Di sana, saya disambut ramah oleh para jemaat, bukan hanya sebagai wartawati yang bertugas, tetapi juga sebagai manusia yang membersamai mereka saat misa, meski jelas kami berbeda. Mereka tersenyum kepada saya dan menawari air mineral.

Saya menunggui misa utama selesai, karena saya ingin sekali menemui Bapa Uskup Mgr. Anicetus Bongsu Sinaga, OFM Cap, yang tengah berkhotbah, hingga usai. Kemudian baru saya memiliki kesempatan berbicara dengannya, selama hampir satu jam, lalu saya kembali ke gereja Kristen Protestan sesuai janji.

Meski Bapa Uskup sudah berumur lebih kurang 75 tahun saat itu, tapi beliau cukup baik diajak berbicara. Orangnya sangat ramah, sehingga pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan, dijawabnya dengan tepat.

Obrolan seputar betapa dia kagum ada seorang muslimah yang menungguinya untuk saling berkomunikasi, juga kekagumannya dan gereja katolik terhadap sosok Almarhum KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur), membuat saya optimis akan arti Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri, di mana menurutnya Gusdur sangat berperan besar dalam kerukunan, juga memberikan pesan positif dalam berbangsa dan bernegara. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline