Lihat ke Halaman Asli

Auda Zaschkya

TERVERIFIKASI

Perempuan. Pernah jadi wartawati.

Tak Perlu Menunggu Pasca-Pilpres, Partai Aceh Akan Terbelah?

Diperbarui: 20 Juni 2015   05:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

9 juli 2014 mendatang, adalah kesempatan bagi rakyat republik ini –baik di dalam dan di luar negeri— menggunakan hak politiknya memilih pasangan capres-cawapres yang sesuai dengan pandangan politik kita masing-masing.

Demikian pula adanya dengan di Aceh. Sampai hari ini, kesamaan pandangan antara ketua Partai penguasa lokal Aceh (Partai Aceh) yang juga Wakil Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf dengan Partai Gerindra, memantapkan Pilihan untuk mendukung Prabowo Subianto menduduki tampuk RI1 di pilpres mendatang. Namun, apa yang diyakini Muzakkir Manaf itu, pada kenyataannya dirasakan malah mengganggu stabilitas internal Partai Aceh itu sendiri. Pasalnya, Beliau mendapat kritikan dari rekannya sendiri dalam internal partai.

Ketua BPPA (Barisan Pendukung Partai Aceh), Azmi mengatakan bahwa keputusan Muzakkir Manaf itu adalah keputusan sepihak. “Keputusan mendukung Gerindra untuk memenangkan pasangan Prabowo-Hatta bukan melalui mekanisme, serta tidak melibatkan pengurus pimpinan partai”. Pihak Azmi juga mempertanyakan uang sebesar Rp 50 miliar yang diterima dari Partai Gerindra juga perihal pemecatan petinggi-petinggi Partai Aceh.

Memang sebelumnya, ada arahan dari Muzakkir Manaf yang mengatakan Partai Aceh dan masyarakat Aceh pada umumnya diharapkan mendukung Prabowo Subianto pada pilpres 9 Juli 2014 mendatang akibat janji-janji manis Prabowo. Malah, Muzakkir Manaf mengharamkan masyarakat Aceh memilih Joko widodo yang notabenanya dari PDIP.

*

Masih menyangkut uang Rp 50 Miliar yang dikatakan bersumber dari Gerindra, dikatakan oleh Adi Laweung, Wakil Jubir Partai Aceh, "Muzakir Manaf tidak pernah menerima dana yang dituduh itu, ini fitnah besar”. Tak hanya Adi, Mukhlis Abee yang merupakan Ketua Departemen Kaderisasi DPA Partai Aceh juga mengatakan bahwasanya ada oknum yang ingin mencemarkan nama baik Muzakkir Manaf. Menurutnya, Partai Aceh sudah mengetahui oknum-oknum tersebut dan akan diambil tindakan. Setelah dikonfirmasi ke Gerindra, bantahan serupa juga didapatkan. Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Edi Prabowo membantah dengan mengatakan, "Enggak benar itu," sangkal Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Edi Prabowo melalui pesan singkat, kepada Kompas.com, Rabu (4/6/2014).

*

Sementara itu, berbeda dengan sikap politik Wakilnya, Gubernur Aceh yang juga berasal dari Partai Aceh, Zaini Abdullah mengatakan bahwa dirinya pribadi akan mendukung Jokowi-JK di pilpres mendatang. Ada berbagai alasan yang mendasari Doto Zaini (panggilan akrabnya) untuk mendukung Jokowi-JK. Terkait JK misalnya. Seluruh rakyat republik ini juga tahu, siapa yang menjadi pemrakarsa yang paling berjasa atas MoU Helsinki Perdamaian antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), 15 Agustus 2005. Dialah JK, sang wakil presiden saat itu.

Melihat perbedaan demikian, mungkin juga ada benarnya apa yang dikatakan oleh pengamat politik asal Aceh, Aryos Nivada yang menyebutkan bahwa Partai Aceh bermain di dua kaki. Hemat penulis, maksudnya yaitu mencari aman dengan cara membiarkan siapa saja yang terpilih nanti menjadi presiden. Dengan demikian, bilapun dukungan ini terbelah sekarang, akan tetap siapapun yang nantinya terpilih, diharapkan akan dapat memberikan yang terbaik bagi daerah Aceh sendiri.

*

Sikap Tuha Peut ( kelompok tua/Dewan Syura) Partai Aceh sudah jelas bahwa akan mendukung Jokowi-JK karena mengingat jasa Jusuf Kalla, dahulu. Dan untuk kelompok muda Partai Aceh sendiri (Muzakkir Manaf dan Ketua BPPA --Barisan Pendukung Partai Aceh-- Azmi), semoga kisruh di internal partainya tak berlarut-larut dan dapat diselesaikan dengan musyawarah-mufakat.

Silahkan berpartai. Silahkan bekerja dan kalau memungkinkan, silahkan bersninergi dengan partai lokal lainnya, demi kemajuan dan kesejahteraan Aceh. Ingatlah bahwa Partai Lokal di Aceh itu harusnya saling mendukung (tanpa harus ada kekerasan).

Kekuatan yang sudah ada di satu pihak (Partai Aceh), hendaknya mesti solid. Kalau ini berlarut-larut, yang sebelumnya kawan, segera menjadi lawan. Dan kemungkinan terburuknya adalah, tak perlu menunggu Pasca Pilpres 2014 ini, mau tidak mau, bisa saja Partai Aceh sendiri akan terbelah dalam waktu dekat. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline