Memperingati maulid (kelahiran) nabi Muhamad merupakan momentum pengungkapan rasa hormat, syukur, kebahagiaan, dan mempelajari kembali bagaimana kehidupan Rasulullah.
Beliau adalah sosok yang patut menjadi teladan bagi umat, terutama umat Islam, sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Ahzab ayat 21,"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan banyak menyebut Allah." Sejalan dengan ayat ini, semua umat Islam tentu berusaha meneladi perilaku Rasulullah SAW. Namun sejauh mana upaya ini sudah terwujud? Mari kita telaah kembali.
Nabi Muhammad SAW merupakan nabi terakhir yang berperan luar biasa. Tidak hanya dalam peran beliau sebagai nabi yang menyampaikan risalah agama, namun juga sebagai pemimpin dari sebuah masyarakat dengan agama yang beragam.
Rasulullah telah berhasil membangun masyarakat Islam di Madinah dalam waktu singkat, yakni 23 tahun sejak beliau menerima wahyu pertama. Keberhasilan ini merupakan prestasi yang sangat gemilang karena mampu membangun rasa saling percaya, solidaritas, dan semangat yang tinggi untuk mencapai kemajuan. Bahkan perdamaian dengan masyarakat non Islam-pun dapat terwujud melalui Piagam Madinah.
Demikian juga dengan kita yang sekarang tinggal di Indonesia. Kita berada ditengah-tengah masyarakat yang multikultural dan multi agama, bagaikan dua sisi mata pisau, hal ini dapat menjadi jalan untuk mempermudah tercapainya peradaban, namun juga berpotensi menyebabkan perpecahan. Menghadapi realitas ini maka meneladani Rasulullah dapat menjadi jalan agar sisi positif yang dapat terwujud. Kuncinya adapada nilai kesantuan, perdamaian, dam persaudaraan yang beliau ajarkan.
Tidak heran jika Mahatma Gandi pernah mengatakan, "Saya lebih dari yakin bahwa bukan pedanglah yang memberikan kebesaran pada Islam pada masanya. Tapi ia datang dari kesederhanaan, kebersahajaan, kehati-hatian Muhammad; serta pemgabdian luar biasa kepada teman dan pengikutnya, tekadnya, keberaniannya, serta keyakinannya pada Tuhan dan tugasnya."
Meneladani nabi Muhammad tidak hanya berkaitan dengan ibadah mahdhah, tetapi dalam masalah sosial, ekonomi, dan politik, kita tetap harus berpegang pada teladan yang beliau ajarkan.
Sekarang mari kita tengok bagaimana potret kita dalam kehidupan berbangsa? Sudahkah kita bijak dalam menghadapi segalam macam perbedaan? Sejarah telah menceritakan bahwa ketika peristiwa Fathul Makkah, dimana awalnya orang non muslim mengira nabi Muhammad akan balas dendam atas kepedihan yang diterima umat Islam sebelumnya, namun ternyata sebaliknya, Rasulullah memaafkan dan membebaskan penduduk Quraisy. Rasulullah memuliakan orang-orang yang dahulu memusuhi, hingga akhirnya banyak tokoh Quraisy yang masuk kedalam agama Islam.
Betapa indah jika dalam kehidupan berbangsa kita saat ini mencontoh Rasulullah, tentu tidak akan ada perpecahan antar golongan, peperangan antar agama, dan ironisnya terkadang ada yang memanfaatkan agama sebagai sarana memuluskan kepentingan pribadinya. Maka dari itu dalam peringatan maulid nabi ini, agar tak hanya sebatas ceremony, maka alangkah baiknya kita jadikan ini sebagai momentum membangkitkan kembali semangat persaudaraan yang ditanamkan oleh rasulullah---mengikat kembali simpul tali kebhinekaan.
Selain itu, perlu kita ingat kembali bahwa Islam datang untuk memberi rahmat bagi seluruh alam. Salahsatu identitas Islam adalah ajaran salam; Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Nilai-nilai salam ini sangat penting di revitalisasi dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari karena setiap hari minimal lima kali muslim mengucapkan salam ketika mengakhiri sholat. Artinya, menjadi muslim dituntut mampu mengupayakan terwujudnya salam (perdamaian), rahmat (kasihsayang), dan barakah (nilai kebaikan).