Lihat ke Halaman Asli

Atunk F. Karyadi

Menulis yang manis dan mengedit yang pahit. Haaa

Bapak Tua Penjual Koran

Diperbarui: 6 September 2016   11:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bapak tua penjual koran"][/caption]"Pak, ada koran mingguan?" pecahku kepada bapak tua penjual koran.

Sedari tadi kami memang saling dekat tapi tak ada obrolan. Temanku di samping sedang menelefon bibinya di luar kota. Tinggal kami berdua yang saling membisu. Ingin menyapa tapi bingung memulai dari topik mana.

Aku jadi teringat sebuah meme yang sangat menyentuh. Seorang kakek tua renta masih berjualan mainan anak. Keringatnya bercucuran wajahnya tampak letih benar. Ia naik angkot sendirian. Bangkunya lbh banyak dimakan barang dagangannya daripada porsi pantatnya yang kurus. Meme itu bilang begini kira-kira, "Carilah alasan agar Anda bisa membeli dagangan kakek tua ini". Sebab, kakek tua itu pun punya alasan untuk tidak meminta-minta dengen berjualan.

Dari meme itulah aku memodusi bapak tua penjual koran di sampingku.

"Oh, ada, Mas," responsnya dengan senyum semringah.

Lalu ia memberiku tabloid mingguan. Aku membuka halamannya satu demi satu. Ada beberapa rubrik dan tulisan yang menarik. Aku membelinya.

"Kembalinya ambil saja, Pak," ucapku meniru bos-bos bermobil saat beli rokok pinggir jalan.

"Ndak, Mas, ini."

Bapak itu bersikeras mengambalikan dan aku menolaknya. Toh, tak begitu besar nominalnya. Sampai akhirnya, ia menawariku sisa-sisa koran paginya. Aku menerimanya dengan bungah, itung-itung untuk bahan bacaan menanti senja.

"Bapak sudah berapa lama berjualan koran?"
"Lima belas tahun, Mas."
"Wah, sudah lama ya."
"Ya begini, Mas. Meski sudah lama nggak maju-maju." Bapak itu terkekeh.
"Pembeli saat sore dan pagi banyak mana, Pak?"
"Pagi, Mas. Saya keliling dari Senayan ke Harmoni."
Gila, bapak tua ini menyepeda sekian kilo jauhnya. Aku jadi malu. Naik sepeda motor saja masih sering mengeluh.
"Pembelinya banyak, Pak?"
"Ya banyak pelanggan si Mas."
"Oh, punya pelanggan juga ya, Pak."
"Iya. Kalau pembeli seperti Mas yang sambil iseng saja, sedikit jumlahnya. Apalagi kalau sedang hujan. Nggak ada yang beli."
"Wah, berarti kehujanan juga dong Pak?"
"Ya untung kadang-kadang sekuriti menyuruh masuk gedung. Banyak orang-orang yang sambil menunggu hujan reda juga membeli."
"Kalau cuaca cerah, jualan di dalam gedung nggak, Pak?"
"Ndak, Mas. Takut ama sekuriti saya." Terkekeh lagi.
"Kalau anak muda banyak juga Pak yang membeli koran?"
"Lumayan, Mas. Kemarin ada mahasiswa yang bilang ke saya, membaca koran lebih enak daripada di hp, sulit kalau mau baca cari akunya dulu, gak bisa seperti koran bisa buka-buka dengan bebas."

Temanku sudah merampungkan telefonnya. Ia mengajakku berlalu. Aku pamit kepada bapak tua itu. Ia tersenyum sambil meninggalkan doa sorenya untuk kami, "Iya, baek-baek deh."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline