Lihat ke Halaman Asli

Separah Inikah?

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apa yang harus kuperbuat sekarang. Aku merasa semua orang yang aku sayang pelan-pelan menampakkan kejahatan mereka. Semua tidak tulus padaku. Sahabat? Hmm mungkin tidak kutemukan ditempat ini. Semua mau menang sendiri,merasa diri paling hebat. Aku muak dengan semua ini. Apalagi yang bisa aku banggakan selain kedua orang tua pekerja keras yaang sangat menyayangiku dan adik-adik yang menanti kesuksesanku.

Dulu, dulu sekali. Disaat pertama kali aku mengenal mereka,aku sudah merasa telah menemukan sahabat yang cocok denganku. Saling membantu satu sama lain, berbagi kesedihan ( hanya belum pernah menangis bersama), jalan-jalan, liburan, masak-masak bahkan barang pun dijadikan milik bersama. Dulu tidak pernah terlintas dibenakku untuk meninggalkan mereka. Bahkan aku bisa mati bila tanpa mereka. Bersama mereka aku bisa tertawa dan menangis. Melihat semua kebahagiaan itu tak akan bisa terbayar dengan apapun. Kami dengan masing-masing karakter, mulai dari yang ekspresi datar, mood-moodan, tukang sindir, lebay, cuek, pemarah sampai yang lelet. Mereka lengkap menjadi salah satu bagian dari hidupku. Kami saling memberi motivasi untuk belajar. Kekurangan ditutupi dengan kelebihan yang lain. Sangat dan sangat membahagiakan. Semua orang yang melihat kami iri dengan persahabatan ini.

Namun itu dulu, sekarang semua itu telah hilang. Tak ada lagi tawa seperti dulu, tak ada lagi curhat-curhatan seperti dulu, tak ada lagi jalan-jalan bersama, bahkan liburan bersamapun tak pernah lagi. Kami sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Kami tidak merasakan itu karena kesibukan yang dijalani. Bermunculan wajah-wajah mereka yang sok baik lalu mencibir dibelakang. Tawa penuh sindiran. Tidak ada saling terbuka dan jujur seperti dulu. Akhirnya muncul curiga yang berkepanjangan dan terbentuklah blok-blok yang diantara itu terdapat tembok bagaikan tembok berlin sebelum hancur dulu. Yang satu merasa dikhianati begitupun sebaliknya. Sifat busuk yang dulunya telah dikubur seolah bangkit lagi. Cita-cita yang ingin dicapai bersama menjadi lelucon untuk saling mengejek. Bila ditanyakan orang-orang, dengan pedenya kami bilang baik-baik saja. Padahal sedang terjadi perang dingin diantara kami. Hebat sekali persahabatan seperti ini. Begitu saja terus. Toh akhirnya kita akan selesai kuliah dan tidak pernah bertemu lagi. Kembali menempuh hidup masing-masing.

Siapa yang akan pertahankan semua ini??? Pertanyaan ini selalu menjadi bayangan disetiap malamku. Aku yang akan pertahankan?? Namun apakah mereka punya kepedulian dengan persahabatan ini?? Percuma bila aku pertahankan karena yang lain akan menertawakanku lantas menganggap apa yang aku lakukan sia-sia. Aku menyerah untuk satukan kembali. Aku terlalu lelah untuk mendengar keluhan-keluhan mereka. Aku berdiri ditengah tapi aku sadar diri karena akhirnya aku dikatai yang macam-macam. Merasa aku muka belakang tapi sebenarnya bukan itu yang aku lakukan. Aku hanya ingin kami rukun lagi, aku ingin kami saling terbuka satu sama lain seperti dulu. Siapakahdiantara kami yang masih respect akan persahabatan yang telah terjalin hampir 4 tahun ini..??




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline