Lihat ke Halaman Asli

atta salma

Mahasiswi STIQ Zad Cianjur

Makhluk Terangkuh Bernama Manusia

Diperbarui: 20 Januari 2023   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sabtu, 24 September 2022

Satu persatu mahasiswi-atau lebih tepatnya mahasantriwati- meninggalkan ruang ujian dengan wajah berseri-seri, setelah menyelesaikan ujian Fahmul Masmu' atau yang dalam mapel Bahasa Inggris disebut dengan Listening. Begitupun aku, yang juga langsung memasuki asrama yang letaknya kurang lebih hanya 8 keramik dari ruang ujian. 

   "Tadi soal ketiga nomor 1-5 jawabannya laa, na'am, laa, na'am, na'am, kan?" Tanya salah seorang teman, membahas soal-soal yang dijawab dengan kata benar atau salah. "Iya, benar." Jawab yang lainnya. 

Deg. Detik jam seolah terhenti. Aku mencoba mengingat-ingat jawabanku. Sepertinya tadi aku menjawab nomor satu dengan na'am, yang padahal aku tahu jawabannya laa, bahkan aku sudah menulis poin-poin penting yang kudengar dari sesi Fahmul Masmu' sampai akhir. But why? Ah sudahlah, memang benar kata salah seorang ustadz kami, penyesalan datang di akhir.

"Hey! Ma biki? Kamu kenapa?" Tanya salah seorang teman, melihatku termenung dengan tatapan kosong. "Hmm, kayanya tadi ada yang salah.." jawabku dengan sedikit lesu. "Aah, laa ba'sa.."

   Mereka pun melanjutkan pembahasan soal-soal, dan aku tenggelam dalam gemuruh di kepalaku. Ini bukan yang pertama kalinya. Dari awal hari senin yang lalu pun seperti ini. Kukerjakan soal dengan penuh keyakinan, tak cukup dengan satu atau dua kali pengecekan, bahkan berkali-kali sehingga benar-benar yakin. Barulah ketika selesai dan masuk asrama, saat itulah aku menyadari bahwa ada jawaban yang salah.

   Dari dulu memang sering mengalami keraguan-keraguan ketika mengerjakan ujian, sementara sekarang, tidak ada keraguan sama sekali yang justru baru aku sadari setelah selesai ujian.

   Hari itu juga kukabarkan ini kepada ayah dan ibu pada jam pembagian hp. Dan orang tuaku memang sudah hafal dengan aku yang selalu kurang teliti dalam mengerjakan ujian sepanjang tahunnya. Yeah this is me, seseorang yang begitu kurang dalam ketelitian. Tapi, apa memang benar itu adalah masalah utamanya? Karena aku sudah mulai meningkatkan ketelitianku, apalagi untuk soal-soal dari materi pelajaran yang sudah aku pelajari, yang seharusnya tidak sulit bagiku.

  Jadi.. Hey! Memangnya siapa aku? Seberapa pintar sampai bisa seangkuh ini? Merasa cukup dengan ilmu yang padahal tak seberapa, sampai lupa bahwa bukanlah aku, tapi Allah yang mengatur dan mempermudah semua urusanku. 

   Astaghfirullah, what a disgusted person i am. Such an embarassing moment that i can forget. 

   Di detik inilah aku teringat akan wejangan ibu di setiap beberapa menit paling berharga dari 5 jam waktu pemakaian hp setiap minggunya, jangan pernah tinggalkan doa, bahkan doa itu seharusnya lebih besar dari usahaku, karena dengan doa, berarti kita melibatkan Allah di setiap urusan kita. Ini juga yang dinasihatkan ketua angkatan kami. Tidak selayaknya seorang penuntut ilmu merasa cukup dan bersandar pada ilmunya, karena itu bukanlah apa-apa tanpa Allah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline