Program pembangunan nasional yang dicanangkan pemerintah bidang kesehatan, fokus kepada publik agar menjadi perhatian serius. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah dengan mempromosikan, pencegahan, pemulihan dan lain sebagainya. Dengan meningkatkan taraf kesehatan publik maka pembangunan bidang kesehatan bisa berhasil (Kemenkes, 2017). Dalam men-support hal di atas, Pemerintah daerah melalui dinas kesehatan daerah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan, bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakatnya di wilayah kerja masing masing. Untuk itu, fasilitas pelayanan kesehatan memiliki tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kinerja pegawainya, dikarenakan kinerja dapat menjadi sebuah tolak ukur kesuksesan tujuan organisasi (Palacio et al., 1967a).
Pemerintah pusat telah menugaskan pada dinas terkait di daerah untuk membina dan mengawasi pelaksanaan pelayanan pada pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan fasilitas kesehatan swasta lainnya. Salah satu tugas utamanya adalah melakukan monitoring dan evaluasi kinerja puskesmas dan fasyankes swasta pada area tugasnya secara periodik dan terus menerus (Kemenkes, 2019). Performance appraisal ialah segala bentuk penilaian tugas dengan melihat yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut atau pencapaian atas prestasi tertentu yaitu dengan keharusan semua fasilitas kesehatan wajib memberikan pelayanan kesehatan terstandar dan sama di mana pun serta memberikan mutu terbaik untuk masyarakat. Ini tentu saja dilaksanakan agar performance layananan baik itu secara kualitas maupun kuantitas bisa mningkat. Dengan meningkatkannya service performance maka akan membuat kualitas kehidupan masyarakat juga akan meningkat. Rendahnya performance layanan bidang kesehatan bisa dijadikan tolak ukur atas keberhasilan peningkatan pembangunan kesehatan (Adisasminto, 2014). Employee performance memang menjadi chalange tersendiri dan sangat basic.
Salah satu faktor yang dinilai sebagai faktor yang bisa meningkatkan performance karyawan adalah kualitas SDM kesehatan. Maka tentu sangat dibutuhkan SDM yang memiliki kemampuan kerja yang tinggi, yang dengan ini bisa mendukung achievement kerja. Berdasarkan hal yang menjadi acuan dalam pembahasan di atas, masih terlihat kinerja pada Pegawai Nakes Non ASN masih tergolong rendah, hal demikian dibuktikan dengan hasil pre-riset penelitian melalui penyebaran kuisioner dengan responden sebanyak 21 orang yang menyatakan bahwa sebagian besar pegawai belum memiliki kinerja yang cukup baik, adapun indikator yang digunakan dalam penyebaran kuisioner ini yaitu ketepatan waktu dan kemandirian yang bisa kita perhatikan pada gambar berikut:
Berdasarkan diagram di atas didapat hasil jawaban responden yang menunjukan bahwa kinerja pegawai melalui indikator ketepatan waktu masih belum maksimal.
Indikator kedua adalah kemandirian, dengan hasil pre-riset sebagai berikut :
Dari gambar di atas menunjukan bahwa kemandirian pegawai Nakes Non ASN masih belum sepenuhnya tercapai, hal ini juga menunjukan bahwa kinerja pegawai melalui indikator kemandirian belum maksimal.
Performance (kinerja) merujuk pada keadaan yang sudah diketahui bersama serta wajib untuk divalidasi pada stake holder agar diketahui achievement-nya sudah sesuai dengan visi, misi serta taret yang telah ditetatpkan oleh organisasi. Menurut Mink (1993) setiap personal yang mempunyai performance baik bisa dilihat dari standar berikut ini (1) prestasi kerja adalah orientasinya (2) sangat confident, (3) mampu mengendalikan diri, dan (4) memiliki skill yang baik.
Pengaruh performance manajerial terhadap kinerja pegawai bisa kita temukan dalam penelitian (Awan et al., 2020) yang menyatakan bahwa kinerja manajerial merupakan salah satu indikator yang berpengaruh pada performance.
Jika kita menelisik lebih jauh, maka masih ditemukan research gap yang menyatakan sebagian signifikan dan sebagian tidak signifikan yang dapat dilihat pada tabel berikut :