Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Reward untuk Guru Sulit Direalisasikan?

Diperbarui: 8 Oktober 2017   13:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengapa pembicaraan tentang reward selalu menarik jika dikaitkan dengan peserta didik sedangkan ketika dihubungkan dengan guru menjadi tidak menarik? Mungkin pertanyaan ini berkali-kali terlintas dalam benak kita hingga terasa mengganggu. Kenyataannya memang demikian. Reward untuk guru sangat sulit diterapkan dalam suatu lembaga pendidikan. Bahkan jika pada akhirnya diberlakukan, sebenarnya, itu telah melewati proses panjang syarat perdebatan.

 Padahal penerapan reward untuk guru berimplikasi pada performance guru, baik di dalam maupun luar kelas. Dan memang sejatinya efek reward terhadap guru dan peserta didik pada dasarnya sama: menguatkan perilaku peserta didik dan pendidik, meskipun dalam penerapannya ada perbedaan signifikan. 

Faktor pemimpin

Maju atau mundurnya suatu organisasi, termasuk sekolah bergantung kepada pemimpin atau kepala sekolah. Pemimpin atau kepala sekolah-lah yang menentukan ke arah mana pergerakan institusi yang dipimpinnya. Inilah fungsi utama pemimpin: membukan jalan dan menentukan arah lembaga. 

Jika pemimpin menginginkan organisasi yang dipimpinnya bergerak maju, tentu telah dipikirkan cara -cara yang harus ditempuh. Dan salah satu cara effektif yang patut diterapkan ialah pemberian reward (penghargaan) kepada organisme organisasi yang berprestasi. Perilaku kepemimpinan yang demikian dapat menjadi referensi konstruktif bagi karyawan atau guru yang tidak berprestasi sehingga mau bekerja dengan orientasi berprestasi. 

Disamping itu, penghargaan yang diberikan dapat memotivasi guru yang menerimanya untuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku prestasinya. Bukankah ini yang diharapkan oleh para pemimpin terhadap orang-orang yang mereka pimpin? Lagipula jika seorang guru mampu mempertahankan perilaku prestasinya, maka hal itu akan menjadi contoh yang baik sekaligus ajak kepada rekan-rekannya untuk melakukan hal yang sama. 

Namun sebaliknya, jika respon kepala sekolah terhadap prestasi guru biasa-biasa saja, dalam arti bukan sesuatu hal yang pantas dihargai, lambat laun performance guru mengendur. Bahkan bukan tidak mungkin tanpa prestasi. Guru hanya akan terfokus pada bagaimana survive bukan bagaimana berprestasi. Kalau sudah begini, maka  organisasi / sekolah yang akan menerima dampaknya. Tidak heran jika ada organisasi atau sekolah yang telah bertahun-tahun berdiri tetapi kesan "hidup enggan, mati tak mau" begitu kuat. Para pemimpin / kepala sekolah selayaknya menyadari hal ini. 

Faktor Paradigma

Paradigma pertama yang sering diungkapkan dalam kaitannya dengan reward untuk guru nyata dan jelas dalam kalimat ini: "itu kan sudah menjadi tugasnya sebagai guru". Ya, tugas guru ialah mentrasfer ilmu pengetahuan dan kehidupan. Bukan ini yang menjadi objek reward. Objek reward ialah cara guru melakukan tugasnya. 

Apakah dilakukan dengan tanggung jawab penuh? Apakah dilakukan dengan disiplin? Apakah dilakukan dengan komitmen? Atau apakah dilakukan dalam integritas?  Hal-hal inilah yang patut dihargai. 

Faktanya, ada guru yang melakukan tugasnya tidak dalam tanggung jawab penuh, tidak dalam disiplin, tidak dalam komitmen, tidak dalam integritas. Sementara itu ada pula guru yang dengan penuh tanggung jawab, disiplin, komitmen, dan berintergritas dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Guru semacam ini patut mendapatkan penghargaan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline