Dana Desa bisa menjadi harapan baru bagi desa untuk bisa menjalankan program-program sesuai dengan peruntukannya. Bagiamana tidak? Munculnya UU no 6 tentang Desa, menjadi tabir pembuka kemajuan desa. Desa yang awalnya bersifat subsidiaritas, hanya sebatas menjalankan program yang diarahkan dari supradesa, kini bertambah dengan mempunyai kewenangan asas rekognisi, asas yang memberikan pengakuan dan penghormatan kepada desa terhadap identitas desa, adat istiadat, pengelolaan desa, sistem tatanan sosial, dan berbagai kearifan lokal yang sudah berkembang di masyarakat. Dengan asas rekognisi ini memberikan otonomi kepada desa untuk bisa mengatur terkait dengan kewenangan asal usulnya.
Selama tiga tahun berjalan, Dana Desa telah mampu membangun sarana prasarana masyarakat dan kegiatan pemberdayaan lainnya yang belum pernah ada program lain yang bisa mendapatkan capaian yang sebanding dengan ini. Catat saja sampai dengan awal tahun 2017 telah mampu membangun 66 KM jalan desa, 512 ribu meter jembatan desa, 37 ribu TPT, 16 ribu unit pengelolaan air bersih dan sanitasi masyarakat, 12 ribu unit irigasi, 11 ribu unit PAUD, 3ribu Polindes dan 3 ribu POSYANDU dll. Prioritas penggunaan Dana Desa yang dibatasi pada bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat diharapkan lebih meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi jika Dana Desa digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan, maka akan memberikan hasil bahwa Dana Desa tidak berdampak terhadap pengurangan Gini Ratio. Bagaimana bisa???
Karena tingkat kemiskinan yang biasanya diukur dari angka indeks Gini Ratio, tidaklah tepat digunakan. Indeks Gini Ratio ini dihitung oleh BPS melalui survei dua kali dalam satu tahun yaitu bulan maret dan oktober. Parameter sederhana yang digunakan adalah seberapa besar pendapatan yang dihasilkan dari sebuah rumah tangga sehingga dengan pendapatan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Pendapatan dihitung dalam bentuk rupiah sementara Dana Desa digunakan untuk mensejahterakan masyarakat lewat program pembangunana dan pemberdayaan, sehingga untuk bisa menyambungkan antara hasil output program dengan peningkatan pendapatan masyarakat membutuhkan satu perantara parameter pendukung. Apabila ingin digunakan secara langsung maka prioritas penggunaan Desa Desa harus diubah yang mana dengan program tersebut dapat meningkatkan pendapatan masyarakat seperti bantuan tunai, bantuan stimulan, hibah kelompok dll.
Sebagai contoh sederhana yang pernah dilakukan oleh Pemda DIY dalam meningkatkan angka Gini Ratio yaitu dengan menjalankan program yang dapat memberikan pendapatan lagsung kepada masyarakat. Tidak tanggung tanggung, bantuan 2 juta rupiah diberikan kepada rumah tangga miskin (RTM) satu bulan sebelum dilakukan survei ekonomi.
Hasilnya fantastiis... bagaimana tidak, pendapatan rumah tangga miskin meningkat tajam ketika dilaksanakan survei ekonomi. Ketika dibawa ke,dalam skala nasional, DIY berada diposisi atas dibawah DKI Jakarta. Dengan strategi seperti ini maka suatu program dapat dinilai berhasil sempurna. Tapi dilihat dari berjalannya proses, program ini hanya menimbulkan keberhasilan yang fana dengan cara yang instan.
Apabila ingin mengukur program Dana Desa maka penulis lebih cenderung menggunakan parameter lama, yaitu Good Governance. Dana Desa yang disalurkan dari Rekening Kas Negara (RKN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), diteruskan ke Rekening Kas Desa (RKD), masuk kedalam rekening pendapatan APB Desa. Untuk dapat melihat seberapa besar impact yang dihasilkan dari dana yang masuk kedalam APB Desa ini maka diukur bagaimana pengelolaan dana yang ada dan sasaran yang dituju.
Prinsip-prinsip yang daapat diukur adalah terkait dengan partisipasi masyarakat, supremasi hokum, transparansi, kepedulian terhadap stakeholder yang ada, berorientasi pada konsensus, kesetaraan, efektifitas dan efisiensi, akuntabilitas pelaksanaan dan visi strategis. Dengan menggunakan parameter tersebut maka Dana Desa akan available untuk diukur tingkat keberhasilanya. Pemerintah Desa sebagai penyelenggara layanan publik sudah selayaknya mampu merapkan praktek good governance yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan, dan kebutuhan kapasitas pemerintah desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H