Lihat ke Halaman Asli

Hantu Wewe

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tahun 60an nama wewe masih sangat populer. Wewe dikenal sebagai jin perempuan berwajah mengerikan, dengan rambut panjang terurai,mata merah, gigi runcing serta -yang barangkali sangat mewarnai imajinasi anak-anak tentang wewe adalah bahwa- payudaranya luar biasa besar sehingga bisa dimanfaatkan untuk menyembunyikan anak-anak nakal yang dia culik buat dikudap pelan-pelan di lepas maghrib menjelang malam Jumat Kliwon.

Wewe tak sejahat itu, kata ahli prajineman yang lain. Wewe hanya satu makhluk yang patut dikasihani. Setelah pernikahannya dengan lampor, jenisnya yanglaki-laki dan punya anak, nah, anak wewe sering dibawa kabur bapaknya entah kemana. Mungkin dimanfaatkan buat ngamen di perempatan jalan, atau dipekerjakan sebagai pekerja anak atau bahkan dijual di warung remang-remang. Walhasil, lampor mungkin patut dicurigai sebagai cikal-bakal para child-traffickers alias penjaja anak. Nah, dalam duka kehilangan ini maka wewe jadi tergoda menculik anak manusia sebagai ganti anaknya yang hilang buat ditimang-timang, disayang-sayang, dibuaidan didekap dibalik buah dadanya yang bukan buatan dimensinya sambil nongkrong di dahan pohon cangkring di pinggir sungai. Kata ibu dulu, anak nakal yang tidak menurut orang tua, anak yang suka bermain sampai magrib, apalagi yang malas mandi sore adalah target favoritibu wewe.

Wewe kabarnya juga punya kain buat menggendong anak-anak yang diculiknya. Popok wewe inisering dicari banyak pihak, terutama mereka yang karena satu dan lain hal perlu bersembunyi. Konon, berselimut popok ini akan membuatnya tak kasat mata sehingga tak bisa disidik apalagi diculik. Pantas saja anak yang diculik wewe jadi susah ditemukan.

Sebaik-baik jin, termasuk wewe,adalah seburuk-buruk manusia, kata ustad. Meski sayang banget, wewe biasa ngasih makan anak-anak yang dia culik dengan makanan haram. Karena wewe bukan pegawai negri, bukan pengusaha, bukan anggota DPR, walhasil wewe tidak punya penghasilan. Artinya segala perkara yang dia perlukan, termasuk diet anak-anak yang diculiknya pastilah didapat dari mencuri, mencopet, merampok dan menipu atau menggelapkan. Maklum, air susu wewe baunya busuk bak bangkai kodok, meski payudara wewe luar biasa potensinya tetap saja anak-anak tidak mau menikmati

Kalau waktu magrib tiba dan anak-anak belum muncul pastilah seisi rumah hiruk-pikuk mencarinya. Apalagi kalau sampai hari gelap si anak belum pulang, maka hebohlah seisi kampung. Para bapak lalu menyulut obor dan lentera, lalu rame-rame menyisir tepi sawah, tepi hutan dan tepi sungai terutama yang bersemak lebat dan ada pohon cangkring yang penuh duri sambil memukul kentongan atau ember rusak buat menakuti si wewe. Kalau mereka beruntung,anak yang diculik bisa ditemukan di tengah semak pandan berduri atau lagi terbengong-bengong nongkrong di dahan randu alas.

Di satu rumah mewah seorang bocah bertanya kepada ibunya: “Hari sudah gelap, kok ayah belum pulang juga”. “Jangan-jangan, kata si anak, ayah digondhol hantu wewe ya bu?”. Si ibu yang juga cemas menjawab: “Tidak lah nak, masak ayah dibawa wewe. Kan ayah sudah besar, wewe kan beraninya sama anak kecil”.

Si anak terdiam, senja makin temaram sementara ayah tak kunjung pulang. Terbayang di benaknya ayah yang terperangkap di balik payudara wewe, berselimut popok kumal berbau bangkai, lalu ayah dikasih makan nasi yang dicuri dari orang kampung, dikasih minum kopi hasil copetan di warung sebelah, sementara si wewe terkekeh-kekeh sambil menyodorkan putingnya yang berbau busuk sampai ayah muntah-muntah.

Televisi menyiarkan berita sore tentang seorang pejabat yang tiba-tiba lenyap. Satu batalyon pasukan serta puluhan intel dan reserse hiruk pikukmencarinya. Konon, sekian banyak harta negri raib dicuri, dicopet dan dirampok serta digelapkan. Airmulai berlinang dimata si anak yang melihat foto ayah di layar kaca, lalutak lagi bertanya pada ibunya.

Matahari lenyap di ufuk barat. Seekor kelelawar sibuk melayang kesana-kemari menangkap serangga konyol yang melintas di jalur terbangnya. Si anak mengambil sebuah ember usang di belakang rumah, dipukulnya pelan-pelan sambil menatap bayangan hitam sebatang randu alas di kejauhan. Sambil menahan isak,mulut kecilnya bergumam: “Pulang ayah ...., sarang wewe bukan rumah ayah”.

Mas Fauzi, Agustus 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline