Lihat ke Halaman Asli

Penumpang KRL Semakin Membludak

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang ini, KRL (Kereta Rel Listirik) menjadi salah satu transportasi umum yang diminati banyak orang se Jabodetabek. KRL menjadi pilihan masyarakat karena tidak pernah macet serta fasilitas di dalamnya yang cukup baik, apalagi sejak ditetapkan adanya gerbong khusus wanita. Namun, semakin lama penumpang KRL semakin banyak, sehingga terjadi desak-desakan di dalam kereta. Penumpang KRL ramai biasanya jam-jam kerja, misalnya pada pukul 7 pagi dan jam pulang kerja sekitar jam 4 sore.

Rabu (2/4/2014), saya dan teman-teman saya pergi ke Perpustakaan Universitas Indonesia sekitar jam setengah 3 sore dan hendak turun di Stasiun UI. Kami memulai perjalanan kami dari Stasiun Rawa Buntu, dan menunggu kedatangan kereta. Sekitar 30 menit kemudian, kereta datang dan kami masuk, dan masih bisa mendapat tempat duduk. Kereta pun jalan meninggalkan stasiun demi stasiun. Sampai di Stasiun Tanah Abang, kami hendak turun untuk pindah jalur arah Depok. Ketika kami turun, ratusan orang sudah menunggu untuk masuk ke dalam kereta, dan saling dorong, tidak kenal yang mana pria, yang mana wanita, yang mana manula, dan yang mana wanita yang hamil.

Kami kembali menunggu di jalur 5 arah Depok dan Bogor sekitar 30 menit, dan disitu bukan hanya kami saja yang menunggu, tapi banyak penumpang lainnya yang mungkin sudah lebih lama menunggu dari kami. Hampir di semua jalur di Stasiun Tanah Abang, hari itu dipenuhi banyak orang. Ketika kereta datang, kami masuk tapi tidak dapat tempat duduk, dan disitu kami baru sadar kalau itu sudah jam setengah 5 sore, jam orang-orang pada pulang selesai kerja. Tiba di Stasiun Manggarai orang-orang makin banyak, dan itu sudah berdesak-desakan, bahkan ada ibu-ibu yang hamil muda, terjepit di tengah-tengah desakan orang banyak. Dia pun bergerak menuju tempat duduk dan mengatakan kepada penumpang yang duduk kalau dia sedang hamil muda. Ibu itu pun duduk dan menarik napas dalam-dalam seolah habis lari. Dari belakang ada suaminya ternyata dan berkata“Kalau nggak begini, kita nggak bisa pulang.”

Kami pun tiba di Stasiun Universitas Indonesia sekitar pukul setengah 6 sore, dengan keringat di badan, jam tangan putus, dan tragisnya teman kami yang satunya terbawa kereta karena tidak bisa turun. Dia pun turun di Pondok Cina, dan menghampiri kami di Perpustakaan UI. Keadaan seperti ini haruslah mendapat perhatian dari pemerintah, paling tidak dengan menambah gerbong KRL, atau menambah jumlah KRL. Karena percuma saja menyuruh orang untuk menggunakan transportasi umum untuk mengurangi kemacetan, tapi fasilitas dari transportasi umum itu sendiri tidak menawarkan atau menjanjikan kenyamanan bagi penumpangnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline