Lihat ke Halaman Asli

Jie Laksono

What is grief if not love perseverance?

Deklasifikasi Laporan Intelijen Kasus Khashoggi dan Wajah Baru Politik US di Timur Tengah

Diperbarui: 26 Februari 2021   11:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Joe Biden, sumber:www.abc.net.au

Terhitung kemarin, Kamis 25 Februari 2021, Pemerintah Amerika Serikat dilaporkan akan mendeklasifikasi dan merilis laporan intelijen terkait kasus pembunuhan Jamal Khashogi dalam beberapa hari ke depan. 

Kongres Amerika Serikat sebenarnya sudah lama meminta Pemerintah Amerika Serikat untuk merilis laporan intelijen tersebut, sejak masa Presiden Donald Trump, tetapi Trump menolak merilis laporan tersebut.

Keputusan untuk merilis laporan intelijen terkait dugaan pembunuhan Jamal Khashogi merupakan satu dari beberapa keputusan Joe Biden yang akan merubah wajah politik Amerika Serikat di Timur Tengah.

Kasus Jamal Khashoggi

Jamal Khashoggi adalah seorang kolumnis Washington Post yang menghilang setelah memasuki Konsulat Saudi Arabia di Turki pada 2 Oktober 2018. Pada awalnya, Pemerintah Saudi Arabia menyatakan bahwa Khashoggi telah meninggalkan kantor Konsulat dalam keadaan hidup. Pernyataan tersebut berubah 18 hari kemudian.

Pada 20 Oktober 2018 Pemerintah Saudi menyatakan bahwa Khashoggi tewas setelah terlibat kejadian adu pukul di konsulat. Pernyataan tersebut kembali berubah setelah pada 25 Oktober 2018 Jaksa Agung Saudi Arabia menyatakan bahwa pembunuhan Khashoggi adalah kasus terencana.

Laporan intelijen yang akan dirilis oleh Joe Biden terkait pembunuhan Jamal Khashoggi diduga akan mencatut nama Mohammed bin Salman, putera mahkota Saudi Arabia. Jamal Khasoggi memang dikenal sebagai pengkritik Mohammed bin Salman.

Sebenarnya, Kongres Amerika Serikat dari bipartisan, Demokrat dan Republik, sudah menuntut pemerintah Amerika Serikat untuk merilis laporan intelijen terkait kasus Khahoggi, akan tetapi Donald Trump menolak. Hubungan Donald Trump dengan Saudi Arabia, khususnya Mohammed bin Salman memang cukup signifikan.

Pada masa Trump, Amerika Serikat menjual persenjataan seharga 110 milyar dollar secara langsung dan 350 milyar dollar selanjutnya dalam 10 tahun ke depan. Joe Biden sebagai presiden baru juga akan menghentikan penjualan senjata ke Saudi Arabia setelah laporan tersebut dirilis ke publik.

Perang saudara di Yaman

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline