Lihat ke Halaman Asli

A Day in My Life, Bocils Version

Diperbarui: 2 April 2023   17:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Alarm berbunyi tepat pukul 3:00 dini hari, ibuku yang selalu terbangun lebih dulu dibandingkan alarm berbunyi hanya mematikaannya saja, kemudian melanjutkan mempersiapkan meja untuk sahur bersama. Setika semua sudah siap, pintu kamarku akan diketuk agar aku bangun. Kadang rasa malas untuk bangun sahur lebih besar ketimbang kekhawatiranku akan kelaparan saat siang hari karena melewatkan sahur. 

Namun aku memaksakan diri untuk bangun, aroma telur goreng bawang sangat menggoda. Aku keluar kamar dengan mata setengah tertutup, menuju kamar mandi untuk membasuh wajah dan mencuci tangan. Selanjutnya bergabung di meja makan. 

Namun... kumandang "angker" bagi para manusia-manusia pemalas yang tadi berlama-lama di kasur terdengar, disertai dengan pembawa berita berkata "waktu imsak untuk kota Xxxx dan sekitarnya telah tiba" yang aertinya sekitar 5 menit lagi, waktu imsak di kota ku akan tiba. Nasi di piring masih setengah porsi lebih, telur goreng masih tersisa banyak . Kuselelaikan menghabisakan sisa makanan di piring setidaknya telur goreng harus habis sebelum imsak tiba.

Siang hari, karena bulan Ramadhan, aku pulang sekolah lebih awal. Siang ini cukup terik, untungnya pohon pohon di pinggir jalan banyak, sehingga perjalanan pulang tidak terlalu panas. Teman-temanku yang lain saling dorong sambil bercanda, salah seorang anak mendorongku "lemeeeeees... wooo.. berbuka masih lamaa", bah... bodo amat, aku haus... saat sahur tadi karena mementingkan telur goreng aku melupakan minum. 

Sesampainya di rumah, aku mencuci tangan, terlihat sabun cair pencuci piring ibuku tampak seperti es sirup melon, lalu cairan pel tampak seperti sirup stroberry, sungguh menggoda. Ku buka kulkas, bukan... bukan untuk mengambil minuman, namun hanya sekedar untuk merasakan sensasi dingin kulkas. Sabar setengah hari lagi.

Ketika adzan isya berkumandang, aku bersiap untuk menjalankan solat tarawih berjamaah. Dalam perjalanan aku bertemu teman-teman sebaya, selalu ada yang iseng entah saling dorong atau tarik menarik mukena. Teman-temanku sudah banyak yang sampai di masjid, ku hampiri mereka saat mereka saling membandingkan check list "Buku Kegiatan Bulan Ramdahan". Untungnya iqamat sholat isya dikumandangkan muazzin, mereka sak sempat melihat milikku.

Sholat isya selesai, kami para bocah otomatis mundur ke shaft paling belakang, daripada nantinya kena tatapan maut para emak-emak, atau malah apes kena omel. Kami para bocah sangat meyukai shaft belakang agar lebih leluasa bermain atau sekadar ngikik mendengarkan lelucon ataupun aib teman lainnya sembari menunggu sholat tarawih selesai. Jangan salah kami para bocah adalah jamaah paling akhir yang akan meninggalkan masjid. Ketika doa dan al Fatiha terakhir sudah "aaamiin" kami akan mengerubungi imam sholat untuk minta tanda tangan. membuktikan kami "sudah" menjalakan solat tarawih.

Itulah A Day in My life, bocils version, dulu kala saat masa kanak-kanak. Akhir-akhir ini, aku tak lagi melihat anak-anak mengerubungi imam sholat untuk meminta tanda tangan. Apakah karena pandemi? Atau tak ada lagi "Buku Kegiatan Bulan Ramadhan", atau mungkin buku tersebut telah digantikan dengan semacam aplikasi yang lebih modern? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline