Lihat ke Halaman Asli

Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Menurut Kaidah Islam

Diperbarui: 18 Maret 2019   11:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Islam mengakui adanya kenyataan bahwa harta dihasilkan bersama oleh tenaga kerja dan modal. Oleh karena itu tenaga kerja itu memiliki posisi yang secara komparatif lebih lemah dari pada majikannya, Islam sudah menetapkan beberapa aturan untuk melindungi hak-haknya. Sebenarnya, hak-hak tenaga kerja tersebut adalah tanggung jawab majikan dan begitu pula sebaliknya. Di dalam bagian ini kita akan mengkaji hak-hak tenaga kerja, sedangkan di bagian berikutnya nanti akan kita bahas tentang kewajiban tenaga kerja.

Hak-hak tenaga kerja itu mencakup:

A. mereka harus diperlakukan sebagai manusia, tidak sebagai binatang beban

B. kemuliaan dan kehormatan haruslah senantiasa melekat pada mereka

C. mereka harus menerima upah yang layak dan segera dibayarkan

kerene ada hadis "Dari Abdullah bin Umar ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Berikan upah kepeada pekerja sebelum kering keringatnya."(HR.Ibnu Majah).

Kesemua hak itu diberikan oleh Islam kepada tenaga kerja lebih dari empat belas abad yang silam, sebelum ada konsep mengenai hak buruh semacam itu, belum ada serikat buruh, belum ada piagam penghargaan, belum ada gerakan buruh dan konsep mengenai collective bargaining. Untuk melihat pandangan Islam itu lebih jauh, ada baiknya kita perhatikan beberapa hal berikut ini.

Pertama, dalam pandangan Islam semua orang, lelaki dan wanita, itu sama. Islam telah mengharuskan persaudaraan dan kesamaan di antara kaum Muslimin serta telah menghapus semua jarak antarmanusia karena ras, warna kulit, bahasa, kebangsaan maupun kekayaan. Di dalam Islam, kaya dan miskin, putih atau hitam, majikan atau pekerja, Arab atau non-Arab, kaya ataupun miskin, semuanya sama karena semua orang diciptakan dari bahan yang sama dan berasal dari nenek moyang yang juga sama (yaitu Nabi Adam as.).

Nabi Muhammad memperlakukan pembantu rumah tangga beliau seperti keluarga beliau sendiri. Hal itu dikatakan oleh Anas bin Malik, yakni bahwa ia telah melayani rumah tangga Nabi SAW untuk waktu yang lama dan Nabi memperlakukannya dengan amat baik, serta tidak pernah berkata 'uff' (pernyataan kekesalan atau kemarahan) kepadanya.

Kedua, sebelum Nabi Muhammad, tenaga kerja terutama sekali berasal dari para budak. Para budak itu bekerja di sektor perdagangan dan pertanian ataupun di rumah tangga, sedangkan hasil usahanya dinikmati seluruhnya oleh para majikan mereka. Perlakuan terhadap budak amatlah kejam dan tidak manusiawi. Mereka tidak diberi pakaian layak, makanan layak, dan perlakuan yang layak. Nabi Muhammad tidak hanya memulihkan kehormatan mereka sebagai manusia melainkan juga menaikkan status mereka sampai ke tingkat saudara dan sejawat. Al-Qur'an menyatakan: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. 

Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba saahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang sombong dan membangga-banggakan diri." (QS. an-Nisaa' [4]: 36). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline