Lihat ke Halaman Asli

Anggaran Perguruan Tinggi Semakin Berkurang, Apa Kabar Mahasiwa di Indonesia?

Diperbarui: 20 Mei 2016   01:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini, para civitas akademika perguruan tinggi negri dibuat gundah gulana dengan perubahan alokasi dana APBN Pendidikan Tinggi. Bagaimana tidak, disaat APBN 2016 (Rp. 2.121,3 triliun) naik jika dibandingkan dengan APBN 2015 (Rp. 1.984,1 triliun), anggaran pendidikan tinggi yang diplotkan melalui Kemenristek dan Dikti) justru mengalami penurunan yang tajam yaitu Rp. 38 triliun dari pada tahun sebelumnya (2015) sebesar Rp. 43,6 triliun. Bila di persentasikan maka pemangkasannya mencapai angka 12,8 %.  Dampak dari penurunan ini pun tidak tanggung, mulai dari meningkatnya besaran biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa hingga berdampak pada pemberian beasiswa (PPA/BBM), anggaran kegiatan pengabdian masyarakat, dan kegiatan mahasiwa.

Meningkatnya besaran biaya UKT akan semakin meningkatkan keengganan para calon mahasiswa untuk menikmati bangku kuliah. Biaya UKT di perguruan tinggi yang hampir menyamai biaya kuliah di perguruan tinggi swasta membuat para calon mahasiswa menimbang dan berfikir dua kali. Apalagi, apabila peningkatan itu tidak sesuai dengan peningkatan sarana dan prasarana yang ada di perguruan tinggi. Kualitas sarana dan prasarana yang terbatas akan menyebabkan melemahnya daya saing para mahasiwa perguruan tinggi negeri dengan mahasiswa perguruan tinggi swasta yang nyatanya memang dibarengi dengan peningkatan sarana dan prasarana. Sehingga, dikhawatirkan lulusan perguruan tinggi negeri akan kalah saing dengan perguruan tinggi swasta.

“Biaya kuliah tidak masalah, kan bisa mengambil beasiswa!”, perkataan inilah yang sering muncul di kalangan mahasiswa. Kata-kata ini pun menyiratkan harapan yang mendalam terhadap beasiswa yang ada di perguruan tinggi negeri. Dengan mudahnya, harapan tersebut ditepis oleh penurunan anggaran dana pendidikan yang berdampak terhadap menurunnya kuota penerima beasiswa. Bahkan., yang lebih ekstrim lagi bisa menyebabkan penghapusan beasiswa yang ada di perguruan tinggi tersebut. Maka, akan muncullah pendapat bahwa perguruan tinggi hanya bisa dinikmati oleh orang kaya yang memiliki uang untuk membayar UKT tersebut.

Selanjutnya, penururnan anggran pendidikan ini akan mengurangi anggaran kegiatan pengabdian masyarakat. Tentunya, pengabdian masyarakat yang merupakan salah satu Tri Dharma perguruan tinggi, sangatlah penting. Tetapi, apabila tidak difasilitasi dengan bantuan dari pemerintah maka akan semakin sedikit para tenaga yang melakukan pengabdian masyarakat tersebut. Akibatnya, misi pemerintah untuk mecapai pemerataan pendidikan akan menjadi sulit untuk direalisasikan. Apalagi, kegiatan SMGT yang membutuhkan biaya yang lumayan besar. Dan bayangkan apabila para sarjana tidak difasilitasi dengan biaya ini, semakin banyak saja para sarjana yang “ogah-ogahan” untuk mengikuti krgiatan ini. Akhirnya, tenaga pendidik yang dibutuhkan pun semakin sedikit. Sehingga, berdampak pada ketidakmerataan perkembangan ilmu yang seharusnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di Indonesia, tidak terkecuali masyarakat di daerah terjauh, terpencil, dan terdalam (3T).

Dunia kampus tidak bergelut dengan akademik. Justru disinilah para mahasiswa diberikan wadah untuk belajar dan menyiapkan diri sehingga kelak dapat menghadapi dunia setelah kampus yang tidak hanya memikirkan akademik saja. Keahlian dalam menyusun sebuah acara, mampu bekerja dalam tim, berkomunikasi dengan pihak di dalam maupun di luar kampus yang tentunya tidak akan diadapatkan ketika belajar di dalam kelas. Untuk itulah, gunanya mengikuti organisasi yang sedikit banyak akan memberikan bekal kepada mahasiswa untuk mengahadapi dunia setelah kampus. Pada tahap inilah, tingkat jurusan, fakultas, maupun universitas akan memberikan wadah dan biaya operasional kepada mahasiswa untuk mengembangkan keahliannya tersebut. Seperti, membuat kegiatan seminar, diskusi, dan kegiatan yang membawa nama baik kampus. Tampaknya, hal itu tidak akan berjalan lancar apabila dikaitkan dengan berkurangnya naggaran dana pendidikan perguruan tinggi yang tentunya mengurangi biaya operasioanl yang diberikan kepada mahasiswa untuk melaksanakan suatu kegiatan. Dengan biaya yang terbatas tentu akan membuat mahasiswa untuk mengurangi jumlah kegiatan yang dilaksanakan dan diadakan dengan fasilitas yang seadanya.

Penjabaran di atas dapat menjelaskan, betapa banyaknya dampak yang dirasakan apabila berkurangnya anggaran pendidikan untuk perguruan tinggi. Pemerintah diharapkan mampu menyusun strategi agar dampak-dampak tersebut dapat dikurangi dan tetap memperhatikan dan mengutamakan pendidikan di Indonesia. Karena, kualitas pendidikan suatu negara akan mencerminkan bangsa itu sendiri. Kebijakan yang tepat sangat diharapkan agar tidak adala lagi masalah yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia yang bermasalah dengan biaya pendidikan dan sebagainya.     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline