Saya berbahasa Indonesia. Karena saya lahir di salah satu daerah di Jawa dan saat ini saya tinggal di Jakarta. Karena bahasa Indonesia saya kurang baik dan kurang benar, saya mencoba mencari kursus Bahasa Indonesia. Dari sabang sampai Merauke, sisa-sia pencarian saya. Tak satu pun tempat kursus yang membuka kelas les bahasa Indonesia khusus untuk orang Indonesia yang lahir dan besar di Indonesia seperti saya. Bahkan yang menyakitkan, salah satu petugas di tempat kursus berkata nyinyir: ‘udah engga jaman mas kursus bahasa Indonesia, emangnya jaman kompeni …? Yang lagi tren itu kursus bahasa Inggris, Perancis, Jerman ….’ Dan dia sebutkan negara-negara yang lain.
Saya lalu melangkah ke sebuah tempat berbelanjaan modern. Saya makin pusing karena semua label dan petunjuk penjualan berbahasa Inggris. Orang-orang yang berseliweran pun menggunakan bahasa Inggris campur bahasa Indonesia yang sudah tidak beraturan, paling tidak menurut saya yang belum baik dan benar berbahasa Indonesia-nya.
Malah saya lihat, orang-orang lebih bersemangat menggunakan bahasa asing itu dalam berkomunikasi menggunakan telepon genggam dengan lawan bicaranya di pelosok desa sekali pun.
Saya jadi semakin linglung dan merasa asing di Tanah Air saya sendiri … saya seperti cicak yang terdampar di padang pasir maha luas dan tak berujung. Saya merasa jadi orang asing di Indonesia yang jelas-jelas tumpah darah saya sendiri. Saya berteriak ….! Rasanya mau saya tampar semua mulut orang Indonesia di sini yang dengan sombongnya berceloteh dengan bahasa asing yang dikedepankan ketimbang bahasanya sendiri …
Tapi apalah daya saya …
Dengan perasaan campur aduk, saya pulang. Di rumah siapa tahu saya bisa menenangkan diri. Namun begitu saya sampai di rumah, sulung saya menyambut dengan ucapan Selamat Sore dalam bahasa Jepang. Saya sedikit marah, tapi dia malah balik menyerang saya dengan argumentasi globalisasi dunia. Lagi-lagi saya KO.
Saya pasrah, menonton televisi sebentar. Sontak saya diberondong dengan tayangan yang kebarat-baratan. Padahal acaranya dangdut, tapi si pembawa acara selalu menggunakan campuran bahasa asing lagi. Bahasa Indonesianya hanya beberapa kata, seterusnya bahasa susah lagi. Kepala saya makin pusing.
Saya mau mengadu kemana …? Kalaupun ada yang siap menampung pengaduan saya, saya harus berbahasa apa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H