Lihat ke Halaman Asli

Sentralisasi Hukum Terkait Permasalahan Cyber di Indonesia dan Dunia Internasional

Diperbarui: 9 Mei 2024   11:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Isu mengenai cyber crime bukanlah merupakan suatu hal baru di Indonesia. Terdapat kurang lebih sekitar 38,96% kasus kejahatan terkait cyber crime dan Indonesia merupakan negara dengan tingkat cyber crime tertinggi ketiga di dunia. Cyber crime di Indonesia terbagi atas beberapa bentuk, diantaranya adalah: Pertama, Fraud/Scam: 1414 kasus. Kedua Defamation of Character: 353 kasus. Ketiga, Pornografi: 457 kasus. Keempat, Gambling: 250 kasus. Kelima, Illegal Access: 535 kasus. Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia masih perlu meningkatkan pertahanannya atas tindakan cyber crime demi menjaga privasi masyarakat. Lantas apa itu privasi?

Privasi adalah hak dasar manusia yang sangat penting karena menyangkut otonomi atau kewenangan manusia dan dilindungi baik oleh Hukum Internasional, Nasional, dan Regional. Lebih lanjut, Privasi dilindungi di bawah naungan perlindungan Hak Asasi Manusia. Pada awalnya, Privasi merupakan perlindungan untuk mendapatkan hak tidak diganggu oleh orang lain atau disebut, “The Right to be Let Alone”, yang mana hak ini mengakui bahwa manusia mendapatkan pembatasan dan perlindungan dari gangguan yang tidak diinginkan dalam kehidupan. Privasi ialah dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari penggunaan kekuasaan sewenang-wenang.

Beberapa negara mengatur privasi dalam konstitusinya, seperti Afrika Selatan dan Hungaria yang memiliki hak khusus untuk mengakses dan mengontrol data privasi seseorang. Amerika Serikat (AS), Irlandia, dan India adalah negara lainnya yang tidak secara eksplisit mengatur mengenai privasi. Perjanjian Internasional di beberapa negara mengakui hak-hak privasi seperti Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik atau Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia yang diadopsi dalam Hukum Nasional, termasuk Indonesia, yakni Ratifikasi ICCPR ke dalam Undang-Undang.

PENGATURAN DATA PRIBADI DI INDONESIA DAN DUNIA INTERNASIONAL
Perlindungan Data Pribadi mengisyaratkan bahwa setiap individu memiliki hak untuk menentukan, layak atau tidak layak suatu pertukaran data itu, di mana setiap individu memiliki kebebasannya sendiri untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan pertukaran data, di mana Perlindungan Data Pribadi berkaitan erat dengan konsep Data Privasi. Data Privasi merupakan elemen kunci bagi kebebasan dan harga diri individu, yang di dalamnya terdapat hak untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan berekspresi, dan privasi adalah hak-hak yang penting untuk menjadikan setiap indivudu disebut sebagai manusia.

Dalam menangani pemasalahan Pelanggaran Privasi, terdapat beberapa alternatif penyelesaian, diantaranya, Pertama, melalui Hukum. Pada dasarnya, hukum adalah peraturan berupa norma dan sanksi yang dibuat untuk mengatur tingkah laku manusia, maka kemudian, terhadap pelaku tindakan melawan hukum terkait dengan Pelanggaran Privasi, dikenakan sanksi berupa sanksi administratif dan sanksi pidana penjara beserta denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, melalui Norma. Norma memiliki arti sebagai aturan maupun ketentuan yang sifatnya mengikat suatu kelompok orang didalam masyarakat. Norma diterapkan sebagai panduan, tatanan, dan juga pengendali tingkah laku yang sesuai. Maka, terhadap pelaku tindakan melawan hukum terkait dengan Pelanggaran Privasi, dikenakan sanksi yang terkait dengan kebiasaan, adat istiadat, ataupun tata kelakuan masyarakat terkait.  Terdapat beberapa peraturan yang melindungi permasalahan terkait dengan cyber crime, diantaranya adalah:

  • Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). UU ini merupakan peraturan hukum yang mengatur aspek informasi dan transaksi yang dilakukan secara elektronik. UU ini mengklasifikasikan tindakan kriminal atas kegiatan yang terkait dengan Sistem Informasi menjadi beberapa hal, diantaranya: Pertama, adalah terkait tindakan yang dilarang, diantaranya adalah: Menyebarluaskan, mengirim, atau membuat informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan materi yang melanggar norma-norma moral yang dapat diakses, memiliki materi perjudian yang dapat diakses, dan memiliki materi penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang data diakses; serta memiliki materi pemerasan atau ancaman yang dapat diakses. Kedua, terkait tindakan kriminal, diantaranya adalah: Menyebarluaskan informasi palsu dan menyesatkan dengan sengaja tanpa izin, Menyebarkan informasi dengan sengaja dan tanpa hak untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA, Informasi berupa ancaman untuk menakut-nakuti seseorang atau sekelompok orang, melakukan akses terhadap komputer atau sistem elektronik milik orang lain dengan berbagai cara, penyadapan informasi elektronik yang mengakibatkan terganggunya sistem elektronik seseorang, dan sengaja, tanpa hak, atau melanggar hukum kegiatan seperti memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki perangkat keras atau perangkat lunak komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan, serta secara sengaja dan tanpa hak menyembunyikan informasi elektronik atau dokumen elektronik.
  • Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. UU ini mengatur mengenai orang-perorangan yang melakukan kegiatan bisnis atau e-commerce di rumah dapat dikategorikan sebagai pengendali data pribadi. UU melarang setiap orang untuk memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi, Mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya, dan menggunakan data pribadi yang bukan miliknya, serta melakukan pemalsuan data pribadi dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Terhadap tindakan melawan hukum ini, maka UU memberikan sanksi pidana berupa Penjara paling lama 5 (lima) tahun  dan Denda  paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah). Lebih lanjut, apabila tindakan melawan hukum terkait dilakukan oleh Korporasi, maka kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan/atau Korporasi dikenakan pidana denda paling banyak 10 (sepuluh) kali dari maksimal pidana denda yang diancamkan.
  • Peraturan Menteri No. 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik. Peraturan Menteri ini mengatur mengenai Kebebasan Pemilik Data Pribadi diatur dalam Pasal 8 ayat (2) di mana diberikan kebebasan untuk menyatakan rahasia atau tidak menyatakan rahasia Data Pribadinya, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Kebebasan ini merupakan suatu penghormatan terhadap Pemilik Data Pribadi atas Data Pribadi yang bersifat privasi. Peraturan Menteri ini menyebutkan bahwa tindakan yang terkait dengan Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, antara lain: Memperoleh, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarluaskan Data Pribadi, dan terhadap tindakan pelanggarannya, Peraturan Menteri ini memberikan sanksi berupa Sanksi Administratif yang dapat berupa: Peringatan Lisan, Peringatan Tertulis, Penghentian Kegiatan Sementara; dan/atau Pengumuman di situs jaringan (website online).

Permasalahan cyber crime tidak hanya merugikan Indonesia, akan tetapi juga turut merugikan dunia Internasional. Hal ini, menunjukkan bahwa cyber crime bukan hanya merupakan permasalahan nasional, melainkan merupakan permasalahan skala global yang merugikan setiap individu di belahan dunia. Terkait pada perlindungan permasalahan cyber crime dalam dunia Internasional, beberapa Perjanjian Internasional diberlakukan untuk melindungi data privasi/pribadi, antara lain:

  • Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia 1948 (UDHR) yang diatur di dalam Pasal 12, yang berbunyi:
    “No one shall be subjected to arbitrary interference with his privacy, family, home or correspondence, nor to attacks upon his honors and reputation. Everyone has the right to the protection the law against such interference or attacks.”
    Artinya, setiap orang harus mendapatkan perlindungan hukum karena mereka memiliki hak untuk tidak diganggu privasinya, keluarganya, tempat tinggal, dan korespondensi ataupun kehormatan serta reputasinya.
  • Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) 1966 yang diatur di dalam Pasal 17, yang berbunyi:
    (a)“No one shall be subjected to arbitrary or unlawful interference with his privacy, family, home, or correspondence, nor to unlawful   attacks upon his honor and reputation.”
    (b)“Everyone has the right to the protection of the law against such interference or attacks.”
  • Konvensi Eropa tentang Hak Asasi (ECHR, 1950) yang diatur di dalam Pasal 8, yang berbunyi:
    “Everyone has the right to respect for his private and family life, his home, and his correspondence.”
  • Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia (America Convention of Human Rights, 1969) yang diatur dalam Pasal 11, yang berbunyi:
    (a)“Everyone has the right to have his honor respected and his dignity recognized. No one may be the subject of arbitrary or abusive interference with his private life, his family, his home, or his correspondence, or of unlawful attacks on his honor reputation.”
    (b)“Everyone has the right to the protection of the law against such interference or attacks.” 
  • Deklarasi Kairo tentang Hak Asasi Manusia Islam (Cairo Declaration on Islamic Human Rights, 1990) yang diatur dalam pasal 18 (b) dan (c), yang berbunyi:
    (a)“ Everyone shall have the right to privacy in the conduct of his private affairs, in his home, among his family, regarding his property and his relationship. It is not permitted to spy on him, to place him under surveillance or to besmirch his good name. The State shall protect him from arbitrary interference.”
    (b)“A private residence is inviolable in all cases. It will not be entered without permission from its inhabitants or in any unlawful manner, nor shall it be demolished or confiscated, and its dwellers evicted.” 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline