Siswa maupun mahasiswa merupakan salah satu aset penting negara.Terciptanya siswa/mahasiswa yang unggul membuktikan berhasilnya negara dalam mencetak penerus bangsa. Angka keberhasilan tersebut tidak luput dari berhasilnya pendidikan dalam keluarga.
Berdasar Undang-Undang 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Bab I pasal 1 ayat 6 pengertian Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri; atau suami (Kepala keluarga), istri dan anaknya yang di sebut dengan Rumah Tangga atau dengan sebutan lainnya ialah keluarga kecil; sedangkan yang disebut dengan keluarga besar selain suami, istri dan anak-anaknya dirumah tangga tersebut terdapat orang tua atau disebut ayah dan ibu dari pihak suami dan juga terdapat anak-anaknya orang tua yang lain termasuk orang tua dari ayah (Kakek dan nenek).
Setiap keluarga mempunyai pola asuh anak yang berbeda-beda. Pola asuh tersebut dapat ditinjau dalam beberapa jenis. Pertama, pengasuhan otoriter, pada pola ini otoritas tertinggi berada pada orang tua, jika anak tidak menyukai yang diperintahkan orang tua, maka orang tua akan memaksakan dan harus menjalani perintah tersebut. Sehingga dalam pola pengasuhan otoriter, anak merasa terkekang, kurangnya kebebasan. Kedua, pengasuhan demokratis, pola ini terlihat adanya kehangatan dan musyawarah antara orang tua dan anak, sehingga dalam pola pengasuhan demokratis anak lebih bersahabat, mampu diajak kerjasama, dan hal-hal positif lainnya dari pola pengasuhan demokratis. Ketiga, pengasuhan permisif, pola pengasuhan ini memberikan kebebasan kepada anak tanpa adanya dampingan dan kontrol yang wajar dari orang tua. Pola pengasuhan permisif, orang tua tidak menerapkan aturan yang tegas dan konsisten, sehingga anak merasa leluasa melakukan sesuka hatinya (Baumrind, 1966; Baumrind, 1971; Kholifah, 2018; Susanto, 2011).
Menurut Arifah Prima Satrianingrum & Farida Agus Setyawati dalam jurnal ilmiah PTK PNF (http://doi.org/10.21009/jiv.1601.1) dengan judul "Perbedaan Pola Pengasuhan Orang Tua Pada Anak Usia Dini Ditinjau Dari Berbagai Suku Di Indonesia: Kajian Literatur", menyatakan bahwa ditemukan berbagai hal yang membedakan pola pengasuhan suku satu dengan yang lainnya. perbedaan tersebut mencakup dari nilai dan budaya yang dianut, pembentukan karakter anak, dan pola pengasuhan yang dilakukan terhadap anak ini ditinjau dari aturan dan nilai budaya setempat, pola komunikasi yang digunakan oleh orang tua, serta tujuan, visi, dan misi dari budaya yang mempengaruhi cara orang tua mendidik anak.
Hasil dari penelitian Fitri Winarti, Sulistyarini, dan Syamsuri tahun 2021 yang dilakukan di Kelurahan Sedau Kota Singkawang. Pola asuh orang tua yang digunakan oleh orang tua adalah pola asuh otoriter sebesar 49,25% dengan kategori tinggi, pola asuh permisif sebesar 31,34% dengan kategori sedang, dan pola asuh demokratis sebesar 19,49% rendah.
Dalam Jurnal Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini P-ISSN. 2407-1064, pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh yang menekankan pada pengawasan orang tua agar anak tunduk dan patuh. Orang tua memiliki pola asuh otoriter bersikap pemaksa, keras dan kaku dimana orang tua akan membuat berbagai aturan yang harus di patuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya. Pola asuh otoriter seringkali dianggap sebagai pola asuh yang bisa mengganggu perkembangan anak. Beberapa fakta penelitian menunjukkan hasil bahwa pola asuh otoriter bisa berdampak negatif terhadap perkembangan anak tetapi terdapat hasil penelitian bahwa pola asuh otoriter bisa memiliki dampak positif terhadap perkembangan moral anak. Pola asuh otoriter juga memberikan dampak positif pada perilaku anak jika aturan yang dibuat orang tua bersifat wajib dilaksanakan seperti sholat, anak akan rajin beribadah dan sopan serta taat kepada orang tua. Pola asuh otoriter juga berdampak negatif jika orang tua terlalu menekan anak sehingga menjadi keras kepala, susah diatur, serta tidak taat kepada orang tua, hal ini disebabkan karena anak merasa dibatasi kebebasannya, dipaksa dan menghukum anak jika salah sehingga anak melampiaskan perasaan-perasaannya dengan bertindak sesuai keinginannya. Diharapkan orang tua bisa menerapkan pola asuh yang baik sesuai dengan kebutuhan anak agar perkembangan anak dapat berkembang dengan baik terutama pada aspek perkembangan moral anak. (Yuliyanti Bun, Bahran Taib, dan Dewi Mufidatul Ummah, 2020).
Untuk merubah pola asuh yang otoriter dalam masyarakat, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi membuat sebuah kebijakan yang diberi nama "Merdeka Belajar". Kebijakan Merdeka Belajar merupakan langkah untuk mentransformasi pendidikan demi terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar Pancasila.
Sampai dengan akhir April 2021 terdapat 10 episode Merdeka Belajar yang telah diluncurkan. Salah satu programnya adalah program guru penggerak. Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud akan mendorong Guru Penggerak menjadi pemimpin-pemimpin pendidikan di masa depan yang mewujudkan generasi unggul Indonesia. Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif, dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila. Perjalanan Guru Penggerak dimulai dengan tahap seleksi dan mengikuti rangkaian Program Pendidikan Guru Penggerak selama 9 bulan yang terdiri dari kelas pelatihan daring, lokakarya, dan pendampingan. Guru Penggerak akan selalu berpihak pada murid. Guru Penggerak sebagai pendorong transformasi pendidikan Indonesia. Pendidikan Guru Penggerak dilakukan dengan pendekatan Andragogi dan Berbasis Pengalaman. Pendidikan Guru Penggerak menciptakan pemimpin pembelajaran yang dapat mewujudkan Merdeka Belajar.
Oleh karena program Guru Penggerak menjadi salah satu program Favorit, maka Semarak Merdeka Belajar pasti akan dapat terwujud di masyarakat. Jadi ayo kita jadikan program Guru Penggerak dalam kebijakan merdeka belajar, sebagai langkah awal terwujudnya pendidikan penerus Bangsa Indonesia yang baik dan terencana, guna Kebangkitan Bangsa Indonesia Sukses di masa yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H