Lihat ke Halaman Asli

Ketika Cinta Harus Berlogika

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hmm … tipikal ngeyel?? Yes, itulah aku. Gak perduli deh orang mau ngomong apa dengan hubungan saya dengannya. Inikan hidup gue, kenapa elo yang ribet sih? Sampe pernah ada yang tanya “Kenapa sih, kamu bisa cinta sama dia?” dan jawaban saya simple “Katanya cinta yang seharusnya, gak beralasan kan brow?” Intinya kekeh banget dulu, pokoknya saya yakin bisa bahagia sama dia. Titik. Dan saking kesengsemnya sama itu orang, pernah kok kecanduan lagu Rossa “Cintai dan sakiti aku, jika itu dapat membuatmu kembali padaku” (tapi kayaknya status saya dipesbuk dengan cuplikan lagu itu, alhamdulillah sudah dihapus sama seseorang.hihihhhihii)

Banyak temen yang curhat, udah pacaran bertahun-tahun. Udah pengen nikah, tapi si cowoknya kok ya gak buruan nglamar yua?? Dengan alasan klasik “belum mapan”. Tapi emang mapan ada ukuran pastinya ya? Dan bukankah laki-laki itu adalah sopirnya? So, mau segimanapun si cewek minta dinikahi kalo si cowoknya belum niat ya belum jalan itu kendaraannya. Hihihhihii

Dan mulai mikir nih, bener gak sih cinta itu butuh logika? Dan kapan sih cinta itu harus berlogika? Dan pikiran itu semakin mengerayangi otakku, apalagi setelah kemarin denger curhatan di radio, kurang lebih seperti ini:

Pendengar: “Mas, saya udah pacaran 14 tahun, tapi sampai sekarang belum nemu titik temu, kapan akan menikah? Solusinya gimana ya?”

Penyiar: “Seharusnya kamu sudah nentuin target pribadi, kapan kamu akan menikah, karena wanita punya batasan usia untuk dapat melahirkan. Dan kalo sudah 14 tahun, seharusnya yang lebih digunain adalah logika, bukan hati.”

Nah lhoo, terus aku?? Apa aku harus nunggu 14 tahun dulu untuk berlogika?? Kelamaen deh, keburu banyak nih air mata yang menetes terbuang percuman, Okey, kita sama-sama menggunakan logika kita perlahan, hihihhii

Pernikahan tidak sama dengan pacaran. Saat berpacaran pikiran kita hanya untuk bersenang-senang, nonton, piknik, candle light dinner dan seabreg kegiatan romantis lainnya. Tapi pernikahan? Pernikahan itu menyatukan dua keluarga, yaitu keluarga si cowok dan keluarga si cewek. Eits, tiga keluarga malah, yang satunya keluarga kecil kita nanti.

Bayangin deh, memadukan dua kepala yang punya pikiran dan prinsip yang berbeda saja sudah ribet, apalagi menyatukan tiga keluarga yang terdiri dari beberapa kepala??

Cinta memang buta, cinta tak pernah memilih ras, agama, suku, jelek atau ganteng, kaya, miskin, normal atau cacat. Kalau memang sudah ditakdirkan bersama siapa yang bisa melawan. Dan cinta memang bukan logika dan memang bukan milik manusia tapi kita bisa berusaha menjadi salah satu manusia yang dititipi cinta oleh Sang Pemilik cinta.

Jika Kita ingin bahagia, gunakan akal sehat (logika) ketika saatnya kita harus memilih, karena kebahagiaan ada di tangan kita sendiri dan gak salahnya kita belajar dari pengalaman orang lain.

Orang bijak bilang: Menikahi orang yang kita cintai itu hal biasa, yang luar biasa adalah mencintai orang yang kita nikahi. (berhubung aku cewek berarti yang “menikahiku”)

Terakhir, ada satu pernyataan yang sangat aku suka, bahkan jadi penyemangatku saat ini untuk bisa terus maju menatap masa depan. (hasil copas dari status temen).

"Lagipula, siapa bilang saya harus menafkahi dua nyawa? Saya berani memutuskan menikah karena saya telah mampu menghidupi diri sendiri. Sedangkan Sang Istri? Dia akan saya nikahi dengan membawa rejekinya sendiri, yang dulu Allah titipkan ke rekening walinya. Percayalah, saat ijab-qabul terjadi, rejeki itu akan berpindah ke rekening saya, walinya yang baru. Rejeki istri plus tanggung jawab suami adalah kombinasi yang luar biasa cantik untuk menaklukkan hidup ini. Untuk menaklukkan hidup, urusan saya hanya tanggung jawab, ikhtiar total dan do’a. Sedangkan rejeki, itu seluruhnya urusan Allah!"

-Ust. Adriano Rusfi-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline