Tak pernah kupersalahkan april yang basah karena hujanMu, atau penghujung maret yang masih saja meniupkan aroma tangis dan nestapa. Bagiku sakit adalah anugerah dan mati adalah berkah, maka dicerca dengan pecahan kenangan yang tajam mengiris hati pun tak mengapa. Cinta tak pernah habis, manusialah yang terlalu cepat mati. Tapi berbahagialah, sebab telah kukekalkan akalku dalam cintamu sebagaimana engkau wakafkan jutaan waktu yang kau punya atasku.
Memang bunga kerap kali melupakan duri, seperti kacang yang selalu lupa akan kulitnya. Tapi cintamu terpenjara abadi dalam syair rindu yang selalu terbit seiring fajar dan terang bersinggah pada gemerlap bintang. Rindu yang tak lekang oleh waktu sekalipun, rindu yang ketika nantinya aku mati masih tetap akan hidup hingga bumi memilih waktunya untuk musnah.
Untuk semua kenangan yang engkau punya, di April yang basah ini kutiupkan doa penerang penuntun jalanmu. Rindu ini begitu kuat, percayalah satu nafasku, meruntuhkan seribu dimensi yang menjauhkan engkau dan aku.
"Cinta itu perih, Rindu Lebih Lagi" note01 #Rindu 07042011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H