Tingginya tingkat kebutuhan masyarakat saat ini, membuat setiap orang dapat melakukan apa saja untuk memenuhi kebetuhan hidup nya. Dari hal tersebut dapat memicu terjadinya persaingan di dalam dunia kerja. Yang mana dapat menimbulkan terjadinya kecurangan (fraud). Hal ini tentu saja akan sangat merugikan orang lain. Kecurangan sendiri merupakan upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk menggunakan hak orang lain untuk kepentingan pribadi nya. Di bidang akuntansi permasalahan yang sering di jumpai mengenai kecurangan (fraud) ini ialah kasus dalam penyajian laporan keuangan dan penyalah gunaan aset.
Beradasarkan hasil surve fraud tahun 2019 menunjukkan persentase terjadinya kasus penyalahgunaan aset sebesar 20,9% dengan total kerugian sebesar Rp.257.520.000.000 dan untuk kasus penyajian laporan keuangan menunujukkan persentase sebesar 9,2% dengan total kerugian sebesar Rp.242.260.000.000. Mayoritas pelaku fraud paling banyak berada pada usia 36-45 tahun. Pada usia tersebut, pelaku menduduki posisi dan memiliki kesempatan dalam mengelola keuangan perusahaan atau institusinya. Latar belakang pendidikan para fraudster urutan pertama berpendidikan Sarjana dan urutan kedua Magister. Fraud biasanya d dilakukan oleh karyawan dengan masa kerja 6-10 tahun.
Faktor utama yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan kecurangan (fraud) ini ialah karena tumbuhnya sifat keserakahan dan ketakutan di dalam dirinya. Sifat keserakahan dan ketakutan (greed and fear) ini merupakan sifat dasar yang memang sudah ada didalam diri manusia yang mendorong untuk melakukan perilaku tidak etis. Perilaku ini tercermin dalam tindakan moral hazard yang mereka lakukan. Dengan tumbuh nya rasa keserakahan dan ketakutan dalam diri seseorang akan menibulkan yang namanya kecurangan (fraud). Kecurangan (fraud) ini merupakan akhir dari perilaku tidak etis yang di hasilkan oleh suatu pengambilan keputusan ekonomi.
Keserakahan dan ketakutan (greed and fear) sangat mempengaruhi perilaku akuntan. Karena keserakahan dan ketakutan ini muncul akibat tuntutan kebutuhan hidup yang tak pernah puas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut seorang akuntan dapat melakukan apa saja hingga melakukan perilaku tidak etis. Perilaku tidak etis ini disebabkan gagal nya seseorang melakukan pengendalian diri untuk dirinya. Apabila seseorang lebih memahami bagaimana melakukan pekerjaannya dengan menggunakan pendekatan hati nurani yang disertai dengan pemikiran yang rasional dan lebih memiliki sifat ikhlas juga bersabar, maka kasus keungan yang dikarenakan keserakahan dan ketakutan ini tidak akan begitu banyak terjadi.
Oleh karena itu penting bagi para akuntan untuk memahami apa saja etika yang boleh di lakukan dalam pekerjaan nya. Dan selalu melakukan pekerjaan berdasarkan peraturan etika yang sudah di tetap kan dan berusaha untuk mengendalikan diri dengan baik sehingga tidak terjerat yang namanya keserakahan dan ketakutan ini.
Seperti sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam profesi akuntan banyak terjadi perilaku tidak etis. Banyak hal yang mempengaruhi terjadinya perilaku tidak etis dikalangan akuntan. Salah satu penyebabnya yaitu dikarenakan sifat keserakahan dan ketakutan (greed and fear) yang ada dalam diri akuntan. Pelanggaran perilaku tidak etis ini biasanya di pengaruhi oleh dorongan hawa nafsu yang merupakan sifat alami dari manusia dan juga kurang nya memiliki rasa syukur atas apa yang sudah dimiliki.
Keserakahan (greed) itu sendiri dapat diartikan sebagai dorongan kepada diri sendiri untuk mendapatkan suatu hal lebih dari apa yang kita butuhkan hingga merampas hak orang lain untuk kepentingan pribadi. Sedangkan ketakutan (fear) itu merupakan penyebab munculnya serakah. Ketika ketakutan sudah datang rasa tidak aman dan ketidakpastian akan muncul pada diri manusia.
Keserakahan dan Ketakutan (greed and fear) terjadi ketika orang menganggap uang sebagai hal yang sangat penting, mereka akan melakukan segala macam cara untuk mendapatkan uang, termasuk dengan cara mencari uang dengan tidak benar atau tidak sesuai dengan etika. Padahal etika merupakan hal yang sangat penting bagi para akuntan. Etika mencakup seluruh prinsip perilaku yang profesional di dalam suatu profesi. Namun sayangnya masih banyak akuntan yang belum mempunyai dan mementingkan Etika.
Seperti contoh kasus penggelapan pajak oleh Gayus tambunan. Kasus suap Gayus ini merupakan salah satu kasus suap terbesar yang pernah terjadi di Indonesia, ia memiliki rekening dengan saldo Rp 25 miliar beserta rumah mewah yang didapatnya dari penggelapan dana, hal ini terlihat sangat mencurigakan karena gaji Gayus sebagai pegawai pajak hanyalah sebesar Rp 12,5 juta perbulan. Dari kasus gayus ini kita dapat melihat bahwa telah terjadi pelanggaran atas prinsip perilaku akuntan. Hal ini dikarenakan ia lebih mengutamakan kepentingan pribadinya dalam hal keserakahan yang tergiur oleh dana suap dari beberapa pihak besar yang mengakibatkan hilangnya perilaku etis dalam diri seorang akuntan. Sehingga ia tidak memiliki integritas dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Dari kasus di atas dapat juga kita lihat salah satu penyebab gayus melakukan korupsi itu ialah karena telah munculnya sikap ataupun rasionalisasi untuk membenarkan perilaku tidak etis tersebut dan juga karena beliau memiliki peluang yang bagus sehingga ia dapat melakukan perilaku tidak etis tersebut. Pada akhirnya seorang akuntan yang profesional harus memiliki prinsip dasar berupa integritas karena akuntan professional harus lurus ke depan dan jujur dalam semua hubungan bisnis.
Para ahli psikologi menyimpulkan bahwa keserakahan pada dasarnya terjadi dikarenakan oleh rasa ketakutan terhadap tidak di dapat nya sesuatu yang diinginkan dalam diri seseorang, sehingga membuat seseorang berusaha sekuat tenaga dengan melakukan cara apapun untuk mendapatkannya. Yang mana pada akhirnya mengakibatatkan hilangnyaa pengendalian diri yang menimbulkan hilangnya kepatuhan terhadap etika.